Malam ini sendu, hujan di
luar sana dibalik jendela kamarku semakin membuat suasana malam ini kelabu. Aku
masih dengan air mata ku yang berderai-derai rasanya seperti mati, hati ku
hancur lebur. Masih di tempat yang sama, sama seperti malam sebelumnya
mengumpat dan mengutuk diri sendiri mengapa semua ini harus terjadi.
Perkenalkan nama ku Myesha
Adeva Afseen namun teman terdekat ku lebih sering memanggil ku Esha. Kali ini
sesuatu yang buruk tengah menimpa ku, Seseorang yang seharusnya menikahi ku
membatalkan pernikahannya denganku satu minggu sebelum acara itu berlangsung.
Tak terbayangkan bukan? Tidakah dia berfikir bahwa apa yang tengah dia lakukan
sangat kejam? Kejam sekali. Dia tidak hanya sedang menyakiti perasaan ku, namun
juga perasaan kedua orang tua ku. Undangan yang sudah terlanjur disebar dengan
terpaksa dan rasa malu yang menumpuk sebesar gunung kami menghubungi satu
persatu tamu undangan untuk memberitahu mereka bahwa pernikahan kami batal.
Catering, gedung, make up dan sebagainya yang sudah di persiapkan dan sudah
lunas terbayar kini hanya tinggal mimpi ku saja. Aku begitu marah, kala
membayangkan hari itu, hari dimana dia memutuskan untuk membatalkan
pernikahannya dengan ku dengan tampang yang datar dan dingin seolah ini bukan
perkara yang besar. Dimana hati nuraninya saat itu? Ibuku menangis sejadi-jadinya
hingga jatuh pingsan saat malam itu aku
pulang kerumah dengan tangis yang meledak dan berkata, dia membatalkan
pernikahanya dengan ku. Ayah sosok penyabar dan pendiam sekalipun menangis
tersedu disampingku memeluk erat tubuh putrinya yang bergetar hebat karena ulah
seorang pria yang tidak bertanggung jawab. Malam itu Ayah ku langsung
menelphone pihak keluarga pria dan kalian tau ? yang sangat mengejutkan bahkan
keluarganya pun tidak sama sekali mengetahu tentang ini. Bagaimana bisa ? apa
alasannya ? pada malam itu, Sakha hanya bilang dia takut tidak sepenuhnya
mencintai aku, dia takut bahwa sebenarnya dia tidak mencintai aku, dan dia
bilang dia merasa ragu untuk hidup dengan ku. Menyakitkan bukan? Alasan yang
Nampak seperti dibuat-buat. Kalau memang ragu, mengapa harus melamar? Mengapa
harus menunggu setelah hubungan kami berjalan nyaris tujuh tahun. Waktu ku yang
sangat berharga itu terbuang sia-sia. Sejak kejadian itu, bahkan aku masih
menunggu telephone atau message dari Sakha untuk sekedar berkata “maaf” atau
sesuatu yang dapat memperbaiki hubungan kami, namun itu hanya harapan ku. Dia
menghilang.
“Esha..sayang..keluar yuk
nak, kita makan malam dulu. Sudah hampir tiga hari kamu seperti ini,ayolah
nak..” Ketuk suara lembut terdengar sendu sekali diluar pintu kamar ku, aku tau
mama berpura-pura kuat dan tegar didepan ku agar aku tidak selemah ini, tapi
aku tau Mama begitu sedih bahkan mungkin lebih dari kesedihan yang aku punya
saat ini.
“Nanti Esha nyusul maaa...”
teriaku dari dalam kamar.
“Mama mohon hidup lah dengan
bahagia sayang, jangan seperti ini! Orang tua mana yang tahan melihat anaknya
serapuh ini? Bisa kan tolong berhenti? Jangan seperti ini” Tangis mama meledak
diluar sana, aku berlari membuka pintu
kamar ku dan memeluk mama erat-erat. Kami menangis bersama. Tidak ada yang
lebih menyedihan dari melihat Mama menangis .
“Sudah hentikan semua
kesedihan itu, kamu masih muda! Diluar sana masih banyak yang lebih menarik dan
lebih baik! Yang kamu butuhkan hanya bangkit. Jangan seperti ini terus, Papa
dan Mama khawatir. Sudah hentikan! “ Mama menangis dipelukanku.
“Ma...”
“apa yang harus papa dan
mama lakukan agar bisa membuat Myesha anak kesayangan papa dan mama tersenyum
kembali? Apa? Ketahuilah nak, ketika kamu sedih Papa dan mama adalah orang yang
pertama merasa tersakiti!”
“Ma....Jangan begini! Esha
janji untuk lebih kuat menghadapi semua cobaan ini. Maafin Esha udah bikin Mama
dan Papa Khawatir dan sedih!”
“Ma.. Esha sayang banget
sama mama.. jangan tinggalin Esha sendirian untuk menghadapi ini semua ya”
“Ayo kita makan..” ajak ku
kemudian.
***
Aku menatap deretan-deretan
angka kalender yang tergantung di dinding ruang kerjaku. Hembusan angin yang
masuk melalui jendela membuat rambut ku tertiup dengan angin perlahan, Aku
menarik nafas panjang sembari merapikan rambutku. Aku berjalan menuju laci yang
terpangpang disudut ruangan kerja ku ini mengambil sebuah kotak kecil berwarna
biru muda lalu membukanya perlahan . Sekumpulan Foto ku dengan Sakha masih ada
didalam sana, di dalam foto itu terlihat aku adalah wanita paling bahagia kala
itu karena telah memilikinya. Ahh.. rasanya sesak sekali untuk mengingatnya.
Ada beberapa benda pemberian Sakha di hari anniversary kami, ada sebuah kalung
liontin bertuliskna “ I love you Esha “ ditambah sebuah miniplayer Mp4 berisi
rekaman-rekaman lagu cover yang dinyanyikan oleh Sakha. Romantis bukan ? yaa
Sakha memang romantis, dan aku sangat mencintainya. Namun entah mengapa dia
berfikiran untuk membatalkan pernikahan yang sudah dirancang jauh-jauh hari
itu. Aku masih tidak mengerti dengan jalan fikirannya hingga saat ini.
“Sha...” Sapa Vania sambil
sambil mengambil kursi dan duduk di depan meja ku.
“Kenapa?”
“Udah membaik?”
“Hmm.. Kaya yang lo liat”
“Engga sama sekali
membaik..lo udah sempet ketemu lagi sama Sakha?”
“Engga, lagian buat apa? Gak
ada yang perlu di perbaiki. Lagi pula acara pernikahan gue kan harusnya
berlangsung kemarin”
“Sha..Lo yang kuat ya, lo
harus kuat! Gue yakin sih sahabat gue ini emang yang paling kuat.. mending lo
focus aja sama usaha Butik lo ini..Gue bakalan bantu untuk marketnya. Senyum
dong” Ucap Vania mencoba menghiburku.
“Van..Gue ngerasa maluuuuu
banget..lo bisa ngebayangin jadi gue kan rasanya kaya gimana? Seandainya yang
gue alamin ini terjadi sama lo? Gue gak sabar banget nunggu hari itu, gue gak
sabar banget nunggu tanggal itu..gue gak sabar banget buat pake kebaya warna
putih itu di akad gue, dan gue bener bener manusia paling bodoh karena ternyata
semua itu Cuma ada di mimpi gue! Gue selalu membayangkan hal-hal indah saat
nanti gue dan Sakha sah menjadi suami istri, gue selalu senyum-senyum sendiri
membayangkannya dan ternyata? Gue salah apa sih Van..Kok dia tega ngelakuin ini
sama gue..” Tangis ku pecah, Vania sudah memeluk ku erat saat ini.
**
“Sha...Maaf
sepertinya kita harus membatalkan pernikahan kita” ucap Sakha sambil menatapku
datar dan dingin.
“Maksud
kamu?”
“Iya,
kita harus membatalkannya aku rasa aku sudah tidak menginginkan pernikahan
itu?”
“kamu
bercanda kan Kha..bukannya kita sudah sangat tidak sabar menunggu hari itu
tiba?”
“Tidak,
aku sudah tidak menginginkannya lagi. Aku rasa aku ragu, aku takut sebenarnya
aku tidak sepenuhnya mencintai mu”
“aku
tidak sedang bercanda Sha.. sebelum terlambat lebih baik aku utarakan sekarang”
“rasa
cinta kamu untuk aku sudah terlalu besar, dan aku takut rasa cintaku tidak
sebesar itu”
“TIDAK......!!!” aku
berteriak di atas tempat tidurku dengan banjir keringat di sekujur tubuhku. Aku
mengigau lagi. lagi dan lagi bayangan hari itu terekam jelas dalam memory
ingatanku. Aku menangis sambil menutup kedua muka ku, ini sungguh sangat
menyakitkan. Menyakitkan sekali. Aku lebih dari sekedar remuk.
Menurut mu apa pengertian
patah hati? Apakah ketika hubungan tidak bisa berlangsung lagi kemudian putus?
Atau ketika cinta mu di tolak? Atau bahkan ketika kamu merelakan orang yang
kamu sayang untuk bahagia bersama orang lain? Apapun definisi kalian tentang
patah hati, aku mempunya definisku sendiri.
Patah hati bagiku adalah
ketika aku menemukan orang yang membuat ku nyaman dan aku memberikan hatiku
kepadanya seratus persen dan dia terlihat begitu juga namun nyatanya tidak, ini
hanya perasaanku saja, dan dia memilih untuk membuang mimpiku. Sedangkan aku?
Aku memilih untuk seperti ini. Berada disisi yang bodoh selalu tampak tidak
menyenangkan. Malang memang. Namun hidup bukan untuk mengasihani dirimu sendiri
kan ? karena itulah sampai detik ini, aku masih terus berjuang melawan perasaan
ini.
Aku membuka handphone ku dan
mulai membaca chat demi chat yang manis dan indah saat semua itu memang
berlangsung indah. Sakha? Dimana kamu sekarang? Bagaimana kabar mu? Semoga kamu
bahagia dan baik-baik saja tanpa aku.
**
Dua bulan kemudian.
Tak terasa waktu berjalan
begitu cepat, sudah dua bulan berlalu sejak kejadian terkutuk itu terjadi namun
hingga saat ini tak pernah sekali pun aku temui batang hidungnya, atau Sakha
yang mencoba menghubungi ku untuk meminta maaf. Sakha menghilang dia tak pernah lagi terlihat
dimanapun, kadang ketika aku merasa rindu teramat sangat, benci ku pun mengalah
pada rindu dan menghampiri cafe-cafe langganan Sakha, namun nihil aku tidak
pernah menemuinya disana hingga saat ini. Mungkin Vania benar, Sakha sudah
memiliki wanita pujaan lain, dan bahagia.
Hidup tidak selalu lebih
baik ketika semuanya sesuai dengan niatmu. Betapa aku memang selalu
mengingatnya selama ini. Namun kenangannya yang sebenarnya tentu tidak akan
pernah hilang. Dia tinggal di dalam hati ku.
Mungkin Sakha tidak pernah
benar-benar pergi. Tidak juga dengan kenangan akan masa-masa kami, atau ingatan
akan semua nada-dana lagunya. Apapun itu, dia tinggal di hidupku. Sejauh apapun
dia menghilang dan pergi, dia tetap ada di hati ku. Dan memang sepertinya aku
lah yang memutuskan dan tidak pula berniat untuk meninggalkan semua kenangan
itu, meskipun apa yang telah dia lakukan kepada ku.
Aku belajar satu hal.
Terkadang, bahagia muncul ketika kamu bisa menyimpan sebuah kenangan akan
seseorang yang sangat kamu sayangi, melebihi dirimu sendiri. Dan adakah yang
lebih baik dari melihat yang kamu sayangi bahagia? Jawabanya adalah tidak. Ya,
cinta yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa ikut berbahagia ketika melihat
orang yang kita sayangi juga bahagia. Walaupun kita sudah bukan menjadi alasan kebahagiannya.
Macet
malam ini membuatku ingin segera keluar dan mencari udara segar sesegera
mungkin. Jalanan di bandung memang seringkali macet berlebihan di malam minggu
ditambah apabila hujan turun dengan deras seperti hari ini. Tape mobil ku
melantunkan lagu Christina Perri a thousand years, Hmmm aku menarik nafas
panjang, itu lagu kesukaan kami dahulu, aku dan Sakha. Tak jauh di ujung jalan
aku melihat salah satu cafe baru yang belum pernah aku kunjungi dari pada
suntuk dan bermacet-macetan apasalahnya aku mampir dan kembali melanjutkan
perjalan pulang setelah macet sedikit berkurang.
Kakiku
melangkah masuk kedalam cafe tersebut. Minum sesuatu yang segar sepertinya
menyenangkan, pikirku. Music terdengar semakin jelas saat aku memasuki cafe
tersebut. Sepertinya aku membutuhkan ketenangan, jadi aku memutuskan untuk
duduk tidak terlalu dekat dengan asal suara itu. Posisiku pun sengaja
membelakangi panggung musik.
“Selamat
malam terimakasih untuk yang sudah berkunjung ke cafe ini. Mungkin mulai
weekend ini saya selaku pemilik Cafe ini bakalan rutin manggung dan mengisi
acara live music disini, jangan lupa ajak pacar dan teman-temannya kemari ya!
Semoga kalian semua berkenan. Well, inilah lagu pertama selamat menikmati”
“Suara
itu, mengapa aku merasa tidak asing lagi?” gumanku dalam hati.
“Teh, Ini
menunya. Nanti panggil saya saja jika sudah siap memesan” terdengar suara
pelayan berkata sesuatu. Aku tak jelas mendengarnya, pikiranku tertuju pada
suara diatas panggung sana.
“Tidak!
Tidak mungkin itu Sakha” Gumanku lagi dalam hati, aku masih belum membalikan
badanku, sekedar untuk memastikan perasaan ini.
“I
will leave my heart at the door
I won't say a word...
They've all been said before, you know
So why don't we just play pretend
Like we're not scared of what is coming next or scared of having nothing left!
Look, don't get me wrong
I know there is no tomorrow
All I ask is...
If this is my last night with you
Hold me like I'm more than just a friend
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
'Cause what if I never love again?”
I won't say a word...
They've all been said before, you know
So why don't we just play pretend
Like we're not scared of what is coming next or scared of having nothing left!
Look, don't get me wrong
I know there is no tomorrow
All I ask is...
If this is my last night with you
Hold me like I'm more than just a friend
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
'Cause what if I never love again?”
Dalam
diam, aku terpaku. Masih di kursi yang sama, memegang menu yang diberikan
pelayang cafe ini beberapa menit lalu dan masih belum berani membalikan badan.
“Lagu
All i ask adele itu bikin orang yang mendengarnya bakalan baper abis galau abis
ya kan? Dan saya rindu menyanyikan lagu-lagu indah untuk seseorang yang sampai
kapanpun akan selalu menjadi istimewa untuk saya” ucapnya lancar dari atas
panggung sana.
Sekuat
tenaga aku menahan air mata ini. Sekuat tenaga aku katakan pada diriku untuk
jangan terbawa perasaan, bisa saja lagu itu bukan untuk ku, bisa saja saat ini
Sakha sedang bersama wanita yang membuatnya meninggalkan aku seperti sampah.
Sekuat tenaga aku mengingatkan diriku sendiri, bahwa Sakha sudah jahat sekali.
Tapi
aku tidak tahan lagi, aku membalikan badanku dan melihatnya di atas panggung
kecil itu dengan sisa-sisa air mata yang sempat menetes tadi, mataku bertemu
dengan matanya. Dia terperanjat kaget namun tetap tersenyum. Bagaimana bisa dia
tetap tersenyum diatas sana setelah memperlakukan aku seperti ini?
Kakiku
sudah lelah untuk sengaja berlari dari kenyataan ini. Aku hanya perlu berhenti,
rehat selamanya, atau esok mulai lagi. Aku bertemu lagi denganmu dalam satu keadaan
yang tak pernah menjadi rencanaku, tapi rencana tuhan selalu lebih hebat.
Barangkali kau memang rencana tuhan untukku, atau mungkin semesta sedang
bercanda. Tak ada yang pernah tahu. Mungkin tuhan tidak sedang menitipkan
harapan pada nasib dan masa depan, tetapi pada tiap momen kini dalam hidup.
Sejenak tapi indah, misalnya.
“Hay,
apa kabar?” Sapanya manis entah dari arah mana datangnya.
“Eh..Hay,
baik..Lo?” ucapku kaku sambil meminum ice green tea late yang baru saja datang.
“Gue
gak sengaja liat lo tadi dari atas panggung sana, wahh gak nyangka ketemu lo
disini” Ucapnya begitu tenang, seolah memang tidak pernah ada yang terjadi
antara aku dan dia.
“Ya..Gue
juga gak sengaja datang ke cafe ini, sekedar istirahat jalanan macet banget”
“Hem..sering-sering
ya main kesini, ajak Vania sekalian”
“Iya..”
aku kembali asik dengan green tea ku.
“Gak
dilanjut nyanyinya?”
“Tar
aja, masa ada tamu special gak ditemenin dulu.. gampang bisa gentian kok sama
Bori, Bori sahabat gue dari Sd, dia ikut berpartisipasi juga sih di cafe ini.
Suaranya bagus juga”
Aku
terdiam, mencoba mengacuhkan pembicaraanya. Kami saling tatap tanpa kata. Aku
mencoba menetralkan seluruh perasaanku. Bagaimana bisa dia tampak baik-baik
saja setelah membuat aku seperti manusia kehilangan jiwa ?
“Sha..”
“Kha..boleh
gak gue nanya sesuatu sama lo?”
“Ya,
kenapa Sha..?”
“Kok
bisa lo hidup baik-baik aja setelah lo bikin hidup gue hancur? Segitu engga
berartinya gue? Sampe lo baik-baik aja ninggalin gue?”
“Please
Kha, Jawab dengan kejujuran. Biar semua pertanyaan ini punya jawaban! Biar gue
ngerti kenapa! kenapa lo ngebatalin acara kita! Pernikahan kita yang lo tau
sendiri itu penting banget buat gue! Kenapa lo bisa hidup sebahagia ini? kenapa
lo bisa baik-baik aja! seharusnya lo mati! Dengan begitu setidaknya hati gue
engga sesakit ini! Melihat lo baik-baik aja seperti ini rasanya gue benci ! gue
muak melihat senyum diwajah lo! gue muak!!!!” Emosi ku terpancing, ingatan itu
menempel terus di memory ku dan rasanya ingin pecah dan tumpah ruah di
hadapannya sekarang.
“Sha..
Gue udah jawab sejujur-jujurnya, gue nyaman banget dengan gue yang sekarang
ini. Single dan bebas. Gue mohon jangan terus hidup didalam rasa sakit yang lo
ciptakan sendiri. Lo seharusnya bangkit, lo seharusnya lupain gue dan menata
kembali dengan pria lain yang lebih baik! Sha, lo cewek terbaik yang tuhan
kasih di hidup gue, tapi gak ada alasan lain. Gue memutuskan lo karena memang
gue ragu, gue belum bisa untuk melangkah ke
arah sana, dan gue rasa alasan gue udah sangat jelas”
“Lo
engga ngerasa bersalah udah ngelakuin hal itu sama gue? Lo gak ngerasa salah
udah ngacurin hidup orang lain? Lo engga minta maaf untuk sekedar meringankan
perih dan luka didalam hatinya? Sekejam itu kah Ryshaka orang yang gue kenal
baik hampir delapan tahun lamanya ini?”
“Please
Sha, cukup hentikan!” wajah Sakha merah padam, aku yakin dia sedang sangat
marah kepadaku.
Jantungku
bergemuruh. Dadaku sesak. Air mataku seketika itu juga menetes. Aku tak sanggup
berdiri, tubuhku seolah terkunci di kursi ini. Aku tidak tahu lagi harus
berbuat dan berkata apa.
“Mari
berhenti, lo punya banyak hal untuk diperjuangakan” ucapnya lagi. Aku hanya
menatapnya tajam kemudian segera pergi dari cafe itu dengan tenaga ku yang
masih tersisa.
**
“Esha,
Habis dari mana kok baru pulang jam segini? Sudah makan” Tanya Mama menyambutku
di pintu depan, aku tersenyum dan mencoba menceriakan wajah yang sedari tadi
kusut.
“Kenapa
ada masalah sayang?” Tanya Mama seolah tau apa yang sedang aku rasakan saat
ini.
“ Gak
ada apa-apa kok Ma..mungkin Esha Cuma kecapean” Ucapku, Aku berbohong pada
Mama. Tak tega sebenarnya hatiku, tapi aku tahu Mama dapat merasakan perih hati
ini meski beliau tak tahu apa penyebabnya.
“Yasudah
bersih-bersih dulu kemudian tidur ya” aku mengangguk dan berlalu.
Setelah
bersih-bersih dan mengganti pakaian, aku teruduk pilu diatas tempat tidur,
bagaimana mungkin dia bisa setenang dan sebahagia itu sedangkan aku? Aku masih
terus berjuang melawan sakit ini sendirian.
“Sayang...Esha..Sudah
tidur?” sayup-sayup aku dengar suara mama dari balik pintu kamarku.
Kali
ini aku memilih untuk pura-pura tertidur hanya karena tak sanggup menatap
wajahnya yang lembut. Masih kurasakan perih dihatinya melihat anak semata
wayangnya tersiksa seperti ini, di buang oleh pria seperti Sakha. Ingin aku
memeluk mama sambil menangis. Tapi aku rasa aku tak ingin membebaninya lagi,
kini aku yang akan menjadi kekuatan baginya. Aku harus bahagia dan baik-baik
saja.
**
Pagi
ini langit tampak cerah, aku sudah bersiap untuk bergegas berangkat menuju
butik dan melanjutkan sisa-sisa pekerjaan yang tertunda beberapa bulan terakhir
ini.
“ Ya!
Mari berhenti, kau punya banyak hal untuk diperjuangkan! Kadang kau hanya butuh
luka agar peka dan terinjak untuk menjadi bijak!” ujarku ketika bertemu diriku
yang lain di cermin pagi itu. Iya, Berhenti untuk berharap lebih pada sesuatu,
apalagi seseorang.
Aku
memasuki ruang kerjaku dengan dada yang tidak terasa sesak seperti biasanya,
malam tadi begitu banyak perenungan setelah pertemuanku dengan Sakha. Ya benar
katanya, aku tidak boleh terus hidup dengan rasa sakit.
“Bu
Esha, Ini ada kiriman” Ucap Pak Syafei selaku security di butik ku ini.
“Dari
siapa pak?” tanyaku heran.
“Belum
saya lihat bu, ini Bu..permisi” Ucap Pak syafei dan kemudian berlalu.
Sebouket
bunga mawar merah ditambah coklat dikirim untuk ku pagi ini, aku tersenyum
kecil karena sudah lama tidak mendapatkan moment ini. Lalu siapakah
pengirimnya? Aku membuka kupon pengirim dengan perlahan-lahan dan disana
tertulis “Ryshaka” aku terperanjat kaget. Bagaimana bisa? Semalam baru saja dia
menyuruhku untuk baik-baik saja dan pergi menjauh, kemudian pagi ini dia
mengirimkan ku sebouket mawar merah lengkap dengan coklat kesukaanku. Apa
kepala Shaka baru saja terbentur benda keras? Aku merasa kata-katanya semalam
cukup menyakitkan hati ku, dan aku tidak mau berlarut terbawa perasaan dengan
perlakuanya pagi ini kepadaku. Sudah cukup bermainya Ryshaka, aku akan
melanjutkan hidup ku seperti kata mu, aku membuang coklat dan bunga itu ke
tempat sampah, memang seharusnya begitu. Yang sudah dibuang tidak perlu di
pungut kembali bukan?
Singkat
cerita semenjak hari itu Shaka rajin sekali mengirim ku bunga dan coklat
berbagai rasa dan berbagai bentuk entah dalam maksud apa, aku tidak mengerti.
Sebulan penuh setiap hari Shaka mengirimkannya, dan selalu berujung ditemapat
sampah. Pernah beberapa kali aku ingin sekali menghubunginya dan menanyakan
maksud dari ini semua, namun aku rasa ada baiknya aku melangkah jauh
meninggalkannya dari pada hati ku harus hancur lagi.
**
Bandung,
16 Juni 2016.
Sudah
hampir seminggu bunga-bunga itu berhenti. Bunga dan coklat itu hampir tidak
pernah datang lagi. Mungkin Shaka sudah merasa kuat melepaskan ku menghadapi
hidup tanpanya, begitu pula sebaliknya. Tapi mengapa kali ini malah aku
menunggu bunga dan coklat itu datang kemari hanya untuk sekedar merasa bahwa
dia ada disekitarku, memandangi ku dari jauh dan mendoakan kebahagianku.
Jam
berbentuk hello kity diatas meja kerja ku sudah menunjukan pukul 15:30 waktunya
pulang gumanku dalam hati.
Hari
ini senja sore terasa begitu jingga. Begitu indah untuk dinikmati. Sesampainya
dirumah pukul lima kurang, aku terduduk di teras rumah memperhatikan Mama yang
sedang menyiram tanaman di halaman depan rumah. Dan Papa yang sedang sibuk di
dapur, yang aku tau pasti sedang apa. Kegiatan yang masih tertata rapi selama
berpuluh-puluh tahun pernikahan mereka. Tidak perlu muluk-muluk pergi ke
restouran mahal untuk menghabiskan waktu berdua. Cukup menyuruput teh manis di
teras sore hari merupakan kegiatan paling membahagiakan bagi mereka.
Tak
lama Papa datang membawa tiga cangkir teh manis hangat dan kami bertiga
menyuruput teh manis itu bersamaan. Sore itu kami bertiga duduk di teras rumah
sambil menyeruput teh buatan Papa, Teh manis paling manis karena dibuat dengan
cinta dan paling hangat karena ada sayang di setiap adukannya. Celotehan dan
candaan tawa Mama dan papa mengisi teras di senja sore yang jingga ini. Membuat
setiap momen yang ada ingin aku rekam baik-baik. Aku memandang kelangit jingga,
dan berdoa sepenuh hati, Ya llah lindungilah dan kasihilah mereka sebagaimana
mereka melindungi dan mengasihiku selama ini, Aminnn...
Tiba-tiba
saja Mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat didepan rumah kami. Dua orang
paruh baya yang sudah sangat kami hafal wajahnya memasuki halaman rumah kami
dengan wajah sedih dan sembab.
“Permisi..selamat
sore” Sapa Ibu Tina, Ibunda Dari Shaka. Untuk apa mereka datang kemari ucapku
dalam hati. Setelah di persilahkan masuk, mereka berdua terduduk kaku diruang
tamu. Mama dan Papa memandangi mereka dengan kaku pula, mungkin bingung
bagaimana harus bersikap kepada mereka untuk menjaga perasaan ku.
“Jadi
begini, maksud kedatangan om dan tante kemari Cuma ingin memberitahukan kepada
Nak Esha.. Kalo saat ini...” Ucap Pak Hendra ayahanda Shaka dengan terbata-bata
dan memandangi istrinya yang seperti menahan tangis.
“Ya
Om.. ada apa sih?” aku tidak sabar.
“Shaka..sakit..”
Ucap Ibu tina dengan air mata yang tumpah ruah sekarang.
“Sakit?”
Tanya ku dengan heran.
“Jadi
selama ini Shaka mengidap penyakit Kanker paru-paru setadium akhir, kami baru
diberitahu setelah dia terbaring koma dirumah sakit. Tante merasa sakit sekali
melihat Shaka terbaring lemah disana. Selama ini Shaka menyembunyikan ini semua
dari kita. Shaka juga berkata untuk merahasiakan ini dari kamu, Shaka tidak mau
melihat Esha sedih, tapi kami rasa lebih baik kami beritahukan ini kepada kamu,
ada baiknya kamu datang kerumah sakit sekarang sebelum...sebelum...”
“Sebelum
apa tan? Sebelum apaaaa????”
“Dokter
bilang, sudah tidak bisa berbuat banyak untuk kesembuhan Shaka....”
Aku
terdiam dan ikut menangis, Papa dan Mama memeluk tubuhku yang bergetar hebat.
Aku bergegas bersiap dan melaju menuju rumah sakit harapan kita bersama dengan
kedua orang tua Shaka, sedangkan kedua orang tua ku akan menyusul.
Aku
berlari menyusuri koridor rumah sakit seolah melayang, dadaku sesak, tangisku
pecah. Apa gara-gara ini Shaka tiba-tiba membatalkan pernikahanya dengan ku?
Aku berlari sekuat yang aku bisa, secepat yang aku bisa.
Kamar
ICU nomor 103 tertera disana, setelah memakai pakaian khusus aku memasuki
ruangan itu dengan langkah perlahan, bau khas rumah sakit begitu terasa
dihidungku. Kulihat Shaka orang yang sangat aku cinta, terbaring lemah tak
berdaya di sana, berbagai selang menempel di badannya. Alat penunjuk detak
jantung berdecit-decit menambah haru suasana kali ini. Sore jingga yang baru
saja terasa indah, kini terasa begitu mencekam.
“Shaka...”
“Kenapa
lo lakuin semua ini sama gue?”
“apa
gara-gara ini lo pergi ninggalin gue?”
“JAWAB!”
“lo
gak boleh kaya gini, masih banyak pertanyaan gue yang belum lo jawab!!”
“Eshaa....”
samar-samar Shaka memanggil namaku dengan terbata-bata, tangisku semakin pecah.
“Sha..ja..ng.an..Nang..is..”
“Kenapa
sih Kha...kenapaaa??”
“aku
cinta kamu Sha..maa..a..fin aku”
Sejak
hari itu Shaka koma, dia tidak berbicara tidak juga tersenyum dia terdiam
disana bagai manusia tanpa jiwa, hampir tak pernah aku lewati untuk
menemaninya. Membacakan doa-doa ditelinganya.
**
Bandung,
25 Jully 2016
Ryshaka
menghembuskan nafas terakhirnya tepat di hari jumat di jam makan siang sekitar
pukul 13:00 saat itu aku tengah solat dzuhur untuk meminta kesembuhan atas
dirinya. Tangisku pecah mengiringi pemakamannya sore ini. Senja yang jinga itu
datang lagi seolah mengiringi kepergian Shaka menghadap sang ilahi.
Aku
terduduk di pusara nya masih dengan air mata yang seolah tidak bisa berhenti.
Om hendra selaku ayah handa Shaka menghampirku. Menguatkan ku dan memeluk
tubuhku. Beliau memberikan alat perekam suara milik Shaka kepadaku untuk
kenang-kenangan. Setelah berpamitan aku terduduk lama di dalam mobilku. Rasanya
seperti mimpi rasanya baru kemarin kami bertemu dan tertawa bahagia. Aku
menekan tombol play di mesin perekam suara milik Shaka. Sayup-sayup terdengar
suara khas Shaka didalam sana.
“Hay
sayang..Happy anniversary ya sayang..”
“Myesha
Adeeva Afsen yang aku sayangi...”
“Maaf,
maaf yang banyak untuk semua ini..”
“maaf
tidak bisa mendampingi kamu lagi ya sayang..”
“hiduplah
dengan bahagia, ada ataupun tanpa aku..”
“Esha,
aku punya satu lagu buatan ku, mungkin yang terakhir kali buat kamu..”
“semoga
kamu suka ya sayang..”
“Atas nama cinta,
ketidaksengajaan adalah apa yang kusebut anugerah.
ketidaksengajaan adalah apa yang kusebut anugerah.
Dan pertemuan denganmu,
adalah sesuatu yang sanggup kusyukuri,
seumur hidupku.
adalah sesuatu yang sanggup kusyukuri,
seumur hidupku.
Akan ada seseorang,
yang datang, kemudian pergi,
memberikan sesuatu padamu,
yang datang, kemudian pergi,
memberikan sesuatu padamu,
kebesaran cinta, barangkali.
atau lebih besar daripada itu.
atau lebih besar daripada itu.
Tuhan sudah sering
berkata lewat mimpi-mimpiku,
akan selalu ada jalanku untuk menujumu
akan selalu ada jalanku untuk menujumu
Dan untuk mencintamu seumur
hidupku,
aku hanya butuh satu
: izinmu.
aku hanya butuh satu
: izinmu.
mungkin
terlalu dalam kau berpijak atau aku yang abadikan jejak.
Serasa
saat bersama.
Andai
aku miliki waktu.
Hanya
lika-liku langkah lama.
Maka
ini ucap bibirku.
Selamat
tinggal kamu.
Biar
saja kurapatkan perahu.
Tanpa
navigasi atas tujuanku.
Mungkin
hantarku lewati gelap.
Papah
aku akhiri ceritaku.
I
love you esha ku ...”
Sendu sekali, alunan music akustik khas dari gitar
milik Shaka mengiringi duka ku untuk terjatuh sekali lagi. Seandainya aku tau
bunga-bunga itu adalah bunga-bunga terakhir dari mu untuk ku, mungkin aku akan
menyimpan semua bunga itu tanpa harus membuangnya ketempat sampah.
Aku mengangguminya, mencintainya. Dengan semua hal
yang semapt dia tunjukan padaku. Semangat hidup, ketulusan mencintai dan semua
hal baik yang aku lalui selama tujuh tahun ini.
Terimakasih Shaka, terimakasih untuk semuanya.
Cinta mu masih disini. Tentu saja.
TAMAT