Kamis, 15 Desember 2016

MY ESHA



Malam ini sendu, hujan di luar sana dibalik jendela kamarku semakin membuat suasana malam ini kelabu. Aku masih dengan air mata ku yang berderai-derai rasanya seperti mati, hati ku hancur lebur. Masih di tempat yang sama, sama seperti malam sebelumnya mengumpat dan mengutuk diri sendiri mengapa semua ini harus terjadi.
Perkenalkan nama ku Myesha Adeva Afseen namun teman terdekat ku lebih sering memanggil ku Esha. Kali ini sesuatu yang buruk tengah menimpa ku, Seseorang yang seharusnya menikahi ku membatalkan pernikahannya denganku satu minggu sebelum acara itu berlangsung. Tak terbayangkan bukan? Tidakah dia berfikir bahwa apa yang tengah dia lakukan sangat kejam? Kejam sekali. Dia tidak hanya sedang menyakiti perasaan ku, namun juga perasaan kedua orang tua ku. Undangan yang sudah terlanjur disebar dengan terpaksa dan rasa malu yang menumpuk sebesar gunung kami menghubungi satu persatu tamu undangan untuk memberitahu mereka bahwa pernikahan kami batal. Catering, gedung, make up dan sebagainya yang sudah di persiapkan dan sudah lunas terbayar kini hanya tinggal mimpi ku saja. Aku begitu marah, kala membayangkan hari itu, hari dimana dia memutuskan untuk membatalkan pernikahannya dengan ku dengan tampang yang datar dan dingin seolah ini bukan perkara yang besar. Dimana hati nuraninya saat itu? Ibuku menangis sejadi-jadinya hingga jatuh pingsan saat malam itu  aku pulang kerumah dengan tangis yang meledak dan berkata, dia membatalkan pernikahanya dengan ku. Ayah sosok penyabar dan pendiam sekalipun menangis tersedu disampingku memeluk erat tubuh putrinya yang bergetar hebat karena ulah seorang pria yang tidak bertanggung jawab. Malam itu Ayah ku langsung menelphone pihak keluarga pria dan kalian tau ? yang sangat mengejutkan bahkan keluarganya pun tidak sama sekali mengetahu tentang ini. Bagaimana bisa ? apa alasannya ? pada malam itu, Sakha hanya bilang dia takut tidak sepenuhnya mencintai aku, dia takut bahwa sebenarnya dia tidak mencintai aku, dan dia bilang dia merasa ragu untuk hidup dengan ku. Menyakitkan bukan? Alasan yang Nampak seperti dibuat-buat. Kalau memang ragu, mengapa harus melamar? Mengapa harus menunggu setelah hubungan kami berjalan nyaris tujuh tahun. Waktu ku yang sangat berharga itu terbuang sia-sia. Sejak kejadian itu, bahkan aku masih menunggu telephone atau message dari Sakha untuk sekedar berkata “maaf” atau sesuatu yang dapat memperbaiki hubungan kami, namun itu hanya harapan ku. Dia menghilang.
“Esha..sayang..keluar yuk nak, kita makan malam dulu. Sudah hampir tiga hari kamu seperti ini,ayolah nak..” Ketuk suara lembut terdengar sendu sekali diluar pintu kamar ku, aku tau mama berpura-pura kuat dan tegar didepan ku agar aku tidak selemah ini, tapi aku tau Mama begitu sedih bahkan mungkin lebih dari kesedihan yang aku punya saat ini.
“Nanti Esha nyusul maaa...” teriaku dari dalam kamar.
“Mama mohon hidup lah dengan bahagia sayang, jangan seperti ini! Orang tua mana yang tahan melihat anaknya serapuh ini? Bisa kan tolong berhenti? Jangan seperti ini” Tangis mama meledak diluar sana, aku berlari  membuka pintu kamar ku dan memeluk mama erat-erat. Kami menangis bersama. Tidak ada yang lebih menyedihan dari melihat Mama menangis .
“Sudah hentikan semua kesedihan itu, kamu masih muda! Diluar sana masih banyak yang lebih menarik dan lebih baik! Yang kamu butuhkan hanya bangkit. Jangan seperti ini terus, Papa dan Mama khawatir. Sudah hentikan! “ Mama menangis dipelukanku.
“Ma...”
“apa yang harus papa dan mama lakukan agar bisa membuat Myesha anak kesayangan papa dan mama tersenyum kembali? Apa? Ketahuilah nak, ketika kamu sedih Papa dan mama adalah orang yang pertama merasa tersakiti!”
“Ma....Jangan begini! Esha janji untuk lebih kuat menghadapi semua cobaan ini. Maafin Esha udah bikin Mama dan Papa Khawatir dan sedih!”
“Ma.. Esha sayang banget sama mama.. jangan tinggalin Esha sendirian untuk menghadapi ini semua ya”
“Ayo kita makan..” ajak ku kemudian.
***
Aku menatap deretan-deretan angka kalender yang tergantung di dinding ruang kerjaku. Hembusan angin yang masuk melalui jendela membuat rambut ku tertiup dengan angin perlahan, Aku menarik nafas panjang sembari merapikan rambutku. Aku berjalan menuju laci yang terpangpang disudut ruangan kerja ku ini mengambil sebuah kotak kecil berwarna biru muda lalu membukanya perlahan . Sekumpulan Foto ku dengan Sakha masih ada didalam sana, di dalam foto itu terlihat aku adalah wanita paling bahagia kala itu karena telah memilikinya. Ahh.. rasanya sesak sekali untuk mengingatnya. Ada beberapa benda pemberian Sakha di hari anniversary kami, ada sebuah kalung liontin bertuliskna “ I love you Esha “ ditambah sebuah miniplayer Mp4 berisi rekaman-rekaman lagu cover yang dinyanyikan oleh Sakha. Romantis bukan ? yaa Sakha memang romantis, dan aku sangat mencintainya. Namun entah mengapa dia berfikiran untuk membatalkan pernikahan yang sudah dirancang jauh-jauh hari itu. Aku masih tidak mengerti dengan jalan fikirannya hingga saat ini.
“Sha...” Sapa Vania sambil sambil mengambil kursi dan duduk di depan meja ku.
“Kenapa?”
“Udah membaik?”
“Hmm.. Kaya yang lo liat”
“Engga sama sekali membaik..lo udah sempet ketemu lagi sama Sakha?”
“Engga, lagian buat apa? Gak ada yang perlu di perbaiki. Lagi pula acara pernikahan gue kan harusnya berlangsung kemarin”
“Sha..Lo yang kuat ya, lo harus kuat! Gue yakin sih sahabat gue ini emang yang paling kuat.. mending lo focus aja sama usaha Butik lo ini..Gue bakalan bantu untuk marketnya. Senyum dong” Ucap Vania mencoba menghiburku.
“Van..Gue ngerasa maluuuuu banget..lo bisa ngebayangin jadi gue kan rasanya kaya gimana? Seandainya yang gue alamin ini terjadi sama lo? Gue gak sabar banget nunggu hari itu, gue gak sabar banget nunggu tanggal itu..gue gak sabar banget buat pake kebaya warna putih itu di akad gue, dan gue bener bener manusia paling bodoh karena ternyata semua itu Cuma ada di mimpi gue! Gue selalu membayangkan hal-hal indah saat nanti gue dan Sakha sah menjadi suami istri, gue selalu senyum-senyum sendiri membayangkannya dan ternyata? Gue salah apa sih Van..Kok dia tega ngelakuin ini sama gue..” Tangis ku pecah, Vania sudah memeluk ku erat saat ini.
**
“Sha...Maaf sepertinya kita harus membatalkan pernikahan kita” ucap Sakha sambil menatapku datar dan dingin.
“Maksud kamu?”
“Iya, kita harus membatalkannya aku rasa aku sudah tidak menginginkan pernikahan itu?”
“kamu bercanda kan Kha..bukannya kita sudah sangat tidak sabar menunggu hari itu tiba?”
“Tidak, aku sudah tidak menginginkannya lagi. Aku rasa aku ragu, aku takut sebenarnya aku tidak sepenuhnya mencintai mu”
“aku tidak sedang bercanda Sha.. sebelum terlambat lebih baik aku utarakan sekarang”
“rasa cinta kamu untuk aku sudah terlalu besar, dan aku takut rasa cintaku tidak sebesar itu”
“TIDAK......!!!” aku berteriak di atas tempat tidurku dengan banjir keringat di sekujur tubuhku. Aku mengigau lagi. lagi dan lagi bayangan hari itu terekam jelas dalam memory ingatanku. Aku menangis sambil menutup kedua muka ku, ini sungguh sangat menyakitkan. Menyakitkan sekali. Aku lebih dari sekedar remuk.
Menurut mu apa pengertian patah hati? Apakah ketika hubungan tidak bisa berlangsung lagi kemudian putus? Atau ketika cinta mu di tolak? Atau bahkan ketika kamu merelakan orang yang kamu sayang untuk bahagia bersama orang lain? Apapun definisi kalian tentang patah hati, aku mempunya definisku sendiri.
Patah hati bagiku adalah ketika aku menemukan orang yang membuat ku nyaman dan aku memberikan hatiku kepadanya seratus persen dan dia terlihat begitu juga namun nyatanya tidak, ini hanya perasaanku saja, dan dia memilih untuk membuang mimpiku. Sedangkan aku? Aku memilih untuk seperti ini. Berada disisi yang bodoh selalu tampak tidak menyenangkan. Malang memang. Namun hidup bukan untuk mengasihani dirimu sendiri kan ? karena itulah sampai detik ini, aku masih terus berjuang melawan perasaan ini.
Aku membuka handphone ku dan mulai membaca chat demi chat yang manis dan indah saat semua itu memang berlangsung indah. Sakha? Dimana kamu sekarang? Bagaimana kabar mu? Semoga kamu bahagia dan baik-baik saja tanpa aku.
**
Dua bulan kemudian.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, sudah dua bulan berlalu sejak kejadian terkutuk itu terjadi namun hingga saat ini tak pernah sekali pun aku temui batang hidungnya, atau Sakha yang mencoba menghubungi ku untuk meminta maaf. Sakha  menghilang dia tak pernah lagi terlihat dimanapun, kadang ketika aku merasa rindu teramat sangat, benci ku pun mengalah pada rindu dan menghampiri cafe-cafe langganan Sakha, namun nihil aku tidak pernah menemuinya disana hingga saat ini. Mungkin Vania benar, Sakha sudah memiliki wanita pujaan lain, dan bahagia.
Hidup tidak selalu lebih baik ketika semuanya sesuai dengan niatmu. Betapa aku memang selalu mengingatnya selama ini. Namun kenangannya yang sebenarnya tentu tidak akan pernah hilang. Dia tinggal di dalam hati ku.
Mungkin Sakha tidak pernah benar-benar pergi. Tidak juga dengan kenangan akan masa-masa kami, atau ingatan akan semua nada-dana lagunya. Apapun itu, dia tinggal di hidupku. Sejauh apapun dia menghilang dan pergi, dia tetap ada di hati ku. Dan memang sepertinya aku lah yang memutuskan dan tidak pula berniat untuk meninggalkan semua kenangan itu, meskipun apa yang telah dia lakukan kepada ku.
Aku belajar satu hal. Terkadang, bahagia muncul ketika kamu bisa menyimpan sebuah kenangan akan seseorang yang sangat kamu sayangi, melebihi dirimu sendiri. Dan adakah yang lebih baik dari melihat yang kamu sayangi bahagia? Jawabanya adalah tidak. Ya, cinta yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa ikut berbahagia ketika melihat orang yang kita sayangi juga bahagia. Walaupun kita sudah bukan menjadi alasan kebahagiannya.
Macet malam ini membuatku ingin segera keluar dan mencari udara segar sesegera mungkin. Jalanan di bandung memang seringkali macet berlebihan di malam minggu ditambah apabila hujan turun dengan deras seperti hari ini. Tape mobil ku melantunkan lagu Christina Perri a thousand years, Hmmm aku menarik nafas panjang, itu lagu kesukaan kami dahulu, aku dan Sakha. Tak jauh di ujung jalan aku melihat salah satu cafe baru yang belum pernah aku kunjungi dari pada suntuk dan bermacet-macetan apasalahnya aku mampir dan kembali melanjutkan perjalan pulang setelah macet sedikit berkurang.
Kakiku melangkah masuk kedalam cafe tersebut. Minum sesuatu yang segar sepertinya menyenangkan, pikirku. Music terdengar semakin jelas saat aku memasuki cafe tersebut. Sepertinya aku membutuhkan ketenangan, jadi aku memutuskan untuk duduk tidak terlalu dekat dengan asal suara itu. Posisiku pun sengaja membelakangi panggung musik.
“Selamat malam terimakasih untuk yang sudah berkunjung ke cafe ini. Mungkin mulai weekend ini saya selaku pemilik Cafe ini bakalan rutin manggung dan mengisi acara live music disini, jangan lupa ajak pacar dan teman-temannya kemari ya! Semoga kalian semua berkenan. Well, inilah lagu pertama selamat menikmati”
“Suara itu, mengapa aku merasa tidak asing lagi?” gumanku dalam hati.
“Teh, Ini menunya. Nanti panggil saya saja jika sudah siap memesan” terdengar suara pelayan berkata sesuatu. Aku tak jelas mendengarnya, pikiranku tertuju pada suara diatas panggung sana.
“Tidak! Tidak mungkin itu Sakha” Gumanku lagi dalam hati, aku masih belum membalikan badanku, sekedar untuk memastikan perasaan ini.
“I will leave my heart at the door
I won't say a word...
They've all been said before, you know
So why don't we just play pretend
Like we're not scared of what is coming next or scared of having nothing left!

Look, don't get me wrong
I know there is no tomorrow
All I ask is...

If this is my last night with you
Hold me like I'm more than just a friend
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
'Cause what if I never love again?”
Dalam diam, aku terpaku. Masih di kursi yang sama, memegang menu yang diberikan pelayang cafe ini beberapa menit lalu dan masih belum berani membalikan badan.
“Lagu All i ask adele itu bikin orang yang mendengarnya bakalan baper abis galau abis ya kan? Dan saya rindu menyanyikan lagu-lagu indah untuk seseorang yang sampai kapanpun akan selalu menjadi istimewa untuk saya” ucapnya lancar dari atas panggung sana.
Sekuat tenaga aku menahan air mata ini. Sekuat tenaga aku katakan pada diriku untuk jangan terbawa perasaan, bisa saja lagu itu bukan untuk ku, bisa saja saat ini Sakha sedang bersama wanita yang membuatnya meninggalkan aku seperti sampah. Sekuat tenaga aku mengingatkan diriku sendiri, bahwa Sakha sudah jahat sekali.
Tapi aku tidak tahan lagi, aku membalikan badanku dan melihatnya di atas panggung kecil itu dengan sisa-sisa air mata yang sempat menetes tadi, mataku bertemu dengan matanya. Dia terperanjat kaget namun tetap tersenyum. Bagaimana bisa dia tetap tersenyum diatas sana setelah memperlakukan aku seperti ini?
Kakiku sudah lelah untuk sengaja berlari dari kenyataan ini. Aku hanya perlu berhenti, rehat selamanya, atau esok mulai lagi. Aku bertemu lagi denganmu dalam satu keadaan yang tak pernah menjadi rencanaku, tapi rencana tuhan selalu lebih hebat. Barangkali kau memang rencana tuhan untukku, atau mungkin semesta sedang bercanda. Tak ada yang pernah tahu. Mungkin tuhan tidak sedang menitipkan harapan pada nasib dan masa depan, tetapi pada tiap momen kini dalam hidup. Sejenak tapi indah, misalnya.
“Hay, apa kabar?” Sapanya manis entah dari arah mana datangnya.
“Eh..Hay, baik..Lo?” ucapku kaku sambil meminum ice green tea late yang baru saja datang.
“Gue gak sengaja liat lo tadi dari atas panggung sana, wahh gak nyangka ketemu lo disini” Ucapnya begitu tenang, seolah memang tidak pernah ada yang terjadi antara aku dan dia.
“Ya..Gue juga gak sengaja datang ke cafe ini, sekedar istirahat jalanan macet banget”
“Hem..sering-sering ya main kesini, ajak Vania sekalian”
“Iya..” aku kembali asik dengan green tea ku.
“Gak dilanjut nyanyinya?”
“Tar aja, masa ada tamu special gak ditemenin dulu.. gampang bisa gentian kok sama Bori, Bori sahabat gue dari Sd, dia ikut berpartisipasi juga sih di cafe ini. Suaranya bagus juga”
Aku terdiam, mencoba mengacuhkan pembicaraanya. Kami saling tatap tanpa kata. Aku mencoba menetralkan seluruh perasaanku. Bagaimana bisa dia tampak baik-baik saja setelah membuat aku seperti manusia kehilangan jiwa ?
“Sha..”
“Kha..boleh gak gue nanya sesuatu sama lo?”
“Ya, kenapa Sha..?”
“Kok bisa lo hidup baik-baik aja setelah lo bikin hidup gue hancur? Segitu engga berartinya gue? Sampe lo baik-baik aja ninggalin gue?”
“Please Kha, Jawab dengan kejujuran. Biar semua pertanyaan ini punya jawaban! Biar gue ngerti kenapa! kenapa lo ngebatalin acara kita! Pernikahan kita yang lo tau sendiri itu penting banget buat gue! Kenapa lo bisa hidup sebahagia ini? kenapa lo bisa baik-baik aja! seharusnya lo mati! Dengan begitu setidaknya hati gue engga sesakit ini! Melihat lo baik-baik aja seperti ini rasanya gue benci ! gue muak melihat senyum diwajah lo! gue muak!!!!” Emosi ku terpancing, ingatan itu menempel terus di memory ku dan rasanya ingin pecah dan tumpah ruah di hadapannya sekarang.
“Sha.. Gue udah jawab sejujur-jujurnya, gue nyaman banget dengan gue yang sekarang ini. Single dan bebas. Gue mohon jangan terus hidup didalam rasa sakit yang lo ciptakan sendiri. Lo seharusnya bangkit, lo seharusnya lupain gue dan menata kembali dengan pria lain yang lebih baik! Sha, lo cewek terbaik yang tuhan kasih di hidup gue, tapi gak ada alasan lain. Gue memutuskan lo karena memang gue ragu, gue belum bisa untuk melangkah ke  arah sana, dan gue rasa alasan gue udah sangat jelas”
“Lo engga ngerasa bersalah udah ngelakuin hal itu sama gue? Lo gak ngerasa salah udah ngacurin hidup orang lain? Lo engga minta maaf untuk sekedar meringankan perih dan luka didalam hatinya? Sekejam itu kah Ryshaka orang yang gue kenal baik hampir delapan tahun lamanya ini?”
“Please Sha, cukup hentikan!” wajah Sakha merah padam, aku yakin dia sedang sangat marah kepadaku.
Jantungku bergemuruh. Dadaku sesak. Air mataku seketika itu juga menetes. Aku tak sanggup berdiri, tubuhku seolah terkunci di kursi ini. Aku tidak tahu lagi harus berbuat dan berkata apa.
“Mari berhenti, lo punya banyak hal untuk diperjuangakan” ucapnya lagi. Aku hanya menatapnya tajam kemudian segera pergi dari cafe itu dengan tenaga ku yang masih tersisa.
**
“Esha, Habis dari mana kok baru pulang jam segini? Sudah makan” Tanya Mama menyambutku di pintu depan, aku tersenyum dan mencoba menceriakan wajah yang sedari tadi kusut.
“Kenapa ada masalah sayang?” Tanya Mama seolah tau apa yang sedang aku rasakan saat ini.
“ Gak ada apa-apa kok Ma..mungkin Esha Cuma kecapean” Ucapku, Aku berbohong pada Mama. Tak tega sebenarnya hatiku, tapi aku tahu Mama dapat merasakan perih hati ini meski beliau tak tahu apa penyebabnya.
“Yasudah bersih-bersih dulu kemudian tidur ya” aku mengangguk dan berlalu.
Setelah bersih-bersih dan mengganti pakaian, aku teruduk pilu diatas tempat tidur, bagaimana mungkin dia bisa setenang dan sebahagia itu sedangkan aku? Aku masih terus berjuang melawan sakit ini sendirian.
“Sayang...Esha..Sudah tidur?” sayup-sayup aku dengar suara mama dari balik pintu kamarku.
Kali ini aku memilih untuk pura-pura tertidur hanya karena tak sanggup menatap wajahnya yang lembut. Masih kurasakan perih dihatinya melihat anak semata wayangnya tersiksa seperti ini, di buang oleh pria seperti Sakha. Ingin aku memeluk mama sambil menangis. Tapi aku rasa aku tak ingin membebaninya lagi, kini aku yang akan menjadi kekuatan baginya. Aku harus bahagia dan baik-baik saja.
**
Pagi ini langit tampak cerah, aku sudah bersiap untuk bergegas berangkat menuju butik dan melanjutkan sisa-sisa pekerjaan yang tertunda beberapa bulan terakhir ini.
“ Ya! Mari berhenti, kau punya banyak hal untuk diperjuangkan! Kadang kau hanya butuh luka agar peka dan terinjak untuk menjadi bijak!” ujarku ketika bertemu diriku yang lain di cermin pagi itu. Iya, Berhenti untuk berharap lebih pada sesuatu, apalagi seseorang.
Aku memasuki ruang kerjaku dengan dada yang tidak terasa sesak seperti biasanya, malam tadi begitu banyak perenungan setelah pertemuanku dengan Sakha. Ya benar katanya, aku tidak boleh terus hidup dengan rasa sakit.
“Bu Esha, Ini ada kiriman” Ucap Pak Syafei selaku security di butik ku ini.
“Dari siapa pak?” tanyaku heran.
“Belum saya lihat bu, ini Bu..permisi” Ucap Pak syafei dan kemudian berlalu.
Sebouket bunga mawar merah ditambah coklat dikirim untuk ku pagi ini, aku tersenyum kecil karena sudah lama tidak mendapatkan moment ini. Lalu siapakah pengirimnya? Aku membuka kupon pengirim dengan perlahan-lahan dan disana tertulis “Ryshaka” aku terperanjat kaget. Bagaimana bisa? Semalam baru saja dia menyuruhku untuk baik-baik saja dan pergi menjauh, kemudian pagi ini dia mengirimkan ku sebouket mawar merah lengkap dengan coklat kesukaanku. Apa kepala Shaka baru saja terbentur benda keras? Aku merasa kata-katanya semalam cukup menyakitkan hati ku, dan aku tidak mau berlarut terbawa perasaan dengan perlakuanya pagi ini kepadaku. Sudah cukup bermainya Ryshaka, aku akan melanjutkan hidup ku seperti kata mu, aku membuang coklat dan bunga itu ke tempat sampah, memang seharusnya begitu. Yang sudah dibuang tidak perlu di pungut kembali bukan?
Singkat cerita semenjak hari itu Shaka rajin sekali mengirim ku bunga dan coklat berbagai rasa dan berbagai bentuk entah dalam maksud apa, aku tidak mengerti. Sebulan penuh setiap hari Shaka mengirimkannya, dan selalu berujung ditemapat sampah. Pernah beberapa kali aku ingin sekali menghubunginya dan menanyakan maksud dari ini semua, namun aku rasa ada baiknya aku melangkah jauh meninggalkannya dari pada hati ku harus hancur lagi.
**
Bandung, 16 Juni 2016.
Sudah hampir seminggu bunga-bunga itu berhenti. Bunga dan coklat itu hampir tidak pernah datang lagi. Mungkin Shaka sudah merasa kuat melepaskan ku menghadapi hidup tanpanya, begitu pula sebaliknya. Tapi mengapa kali ini malah aku menunggu bunga dan coklat itu datang kemari hanya untuk sekedar merasa bahwa dia ada disekitarku, memandangi ku dari jauh dan mendoakan kebahagianku.
Jam berbentuk hello kity diatas meja kerja ku sudah menunjukan pukul 15:30 waktunya pulang gumanku dalam hati.
Hari ini senja sore terasa begitu jingga. Begitu indah untuk dinikmati. Sesampainya dirumah pukul lima kurang, aku terduduk di teras rumah memperhatikan Mama yang sedang menyiram tanaman di halaman depan rumah. Dan Papa yang sedang sibuk di dapur, yang aku tau pasti sedang apa. Kegiatan yang masih tertata rapi selama berpuluh-puluh tahun pernikahan mereka. Tidak perlu muluk-muluk pergi ke restouran mahal untuk menghabiskan waktu berdua. Cukup menyuruput teh manis di teras sore hari merupakan kegiatan paling membahagiakan bagi mereka.
Tak lama Papa datang membawa tiga cangkir teh manis hangat dan kami bertiga menyuruput teh manis itu bersamaan. Sore itu kami bertiga duduk di teras rumah sambil menyeruput teh buatan Papa, Teh manis paling manis karena dibuat dengan cinta dan paling hangat karena ada sayang di setiap adukannya. Celotehan dan candaan tawa Mama dan papa mengisi teras di senja sore yang jingga ini. Membuat setiap momen yang ada ingin aku rekam baik-baik. Aku memandang kelangit jingga, dan berdoa sepenuh hati, Ya llah lindungilah dan kasihilah mereka sebagaimana mereka melindungi dan mengasihiku selama ini, Aminnn...
Tiba-tiba saja Mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat didepan rumah kami. Dua orang paruh baya yang sudah sangat kami hafal wajahnya memasuki halaman rumah kami dengan wajah sedih dan sembab.
“Permisi..selamat sore” Sapa Ibu Tina, Ibunda Dari Shaka. Untuk apa mereka datang kemari ucapku dalam hati. Setelah di persilahkan masuk, mereka berdua terduduk kaku diruang tamu. Mama dan Papa memandangi mereka dengan kaku pula, mungkin bingung bagaimana harus bersikap kepada mereka untuk menjaga perasaan ku.
“Jadi begini, maksud kedatangan om dan tante kemari Cuma ingin memberitahukan kepada Nak Esha.. Kalo saat ini...” Ucap Pak Hendra ayahanda Shaka dengan terbata-bata dan memandangi istrinya yang seperti menahan tangis.
“Ya Om.. ada apa sih?” aku tidak sabar.
“Shaka..sakit..” Ucap Ibu tina dengan air mata yang tumpah ruah sekarang.
“Sakit?” Tanya ku dengan heran.
“Jadi selama ini Shaka mengidap penyakit Kanker paru-paru setadium akhir, kami baru diberitahu setelah dia terbaring koma dirumah sakit. Tante merasa sakit sekali melihat Shaka terbaring lemah disana. Selama ini Shaka menyembunyikan ini semua dari kita. Shaka juga berkata untuk merahasiakan ini dari kamu, Shaka tidak mau melihat Esha sedih, tapi kami rasa lebih baik kami beritahukan ini kepada kamu, ada baiknya kamu datang kerumah sakit sekarang sebelum...sebelum...”
“Sebelum apa tan? Sebelum apaaaa????”
“Dokter bilang, sudah tidak bisa berbuat banyak untuk kesembuhan Shaka....”
Aku terdiam dan ikut menangis, Papa dan Mama memeluk tubuhku yang bergetar hebat. Aku bergegas bersiap dan melaju menuju rumah sakit harapan kita bersama dengan kedua orang tua Shaka, sedangkan kedua orang tua ku akan menyusul.
Aku berlari menyusuri koridor rumah sakit seolah melayang, dadaku sesak, tangisku pecah. Apa gara-gara ini Shaka tiba-tiba membatalkan pernikahanya dengan ku? Aku berlari sekuat yang aku bisa, secepat yang aku bisa.
Kamar ICU nomor 103 tertera disana, setelah memakai pakaian khusus aku memasuki ruangan itu dengan langkah perlahan, bau khas rumah sakit begitu terasa dihidungku. Kulihat Shaka orang yang sangat aku cinta, terbaring lemah tak berdaya di sana, berbagai selang menempel di badannya. Alat penunjuk detak jantung berdecit-decit menambah haru suasana kali ini. Sore jingga yang baru saja terasa indah, kini terasa begitu mencekam.
“Shaka...”
“Kenapa lo lakuin semua ini sama gue?”
“apa gara-gara ini lo pergi ninggalin gue?”
“JAWAB!”
“lo gak boleh kaya gini, masih banyak pertanyaan gue yang belum lo jawab!!”
“Eshaa....” samar-samar Shaka memanggil namaku dengan terbata-bata, tangisku semakin pecah.
“Sha..ja..ng.an..Nang..is..”
“Kenapa sih Kha...kenapaaa??”
“aku cinta kamu Sha..maa..a..fin aku”
Sejak hari itu Shaka koma, dia tidak berbicara tidak juga tersenyum dia terdiam disana bagai manusia tanpa jiwa, hampir tak pernah aku lewati untuk menemaninya. Membacakan doa-doa ditelinganya.
**
Bandung, 25 Jully 2016

Ryshaka menghembuskan nafas terakhirnya tepat di hari jumat di jam makan siang sekitar pukul 13:00 saat itu aku tengah solat dzuhur untuk meminta kesembuhan atas dirinya. Tangisku pecah mengiringi pemakamannya sore ini. Senja yang jinga itu datang lagi seolah mengiringi kepergian Shaka menghadap sang ilahi.
Aku terduduk di pusara nya masih dengan air mata yang seolah tidak bisa berhenti. Om hendra selaku ayah handa Shaka menghampirku. Menguatkan ku dan memeluk tubuhku. Beliau memberikan alat perekam suara milik Shaka kepadaku untuk kenang-kenangan. Setelah berpamitan aku terduduk lama di dalam mobilku. Rasanya seperti mimpi rasanya baru kemarin kami bertemu dan tertawa bahagia. Aku menekan tombol play di mesin perekam suara milik Shaka. Sayup-sayup terdengar suara khas Shaka didalam sana.
“Hay sayang..Happy anniversary ya sayang..”
“Myesha Adeeva Afsen yang aku sayangi...”
“Maaf, maaf yang banyak untuk semua ini..”
“maaf tidak bisa mendampingi kamu lagi ya sayang..”
“hiduplah dengan bahagia, ada ataupun tanpa aku..”
“Esha, aku punya satu lagu buatan ku, mungkin yang terakhir kali buat kamu..”
“semoga kamu suka ya sayang..”
“Atas nama cinta,
ketidaksengajaan adalah apa yang kusebut anugerah.
Dan pertemuan denganmu,
adalah sesuatu yang sanggup kusyukuri,
seumur hidupku.
Akan ada seseorang,
yang datang, kemudian pergi,
memberikan sesuatu padamu,
kebesaran cinta, barangkali.
atau lebih besar daripada itu.
Tuhan sudah sering berkata lewat mimpi-mimpiku,
akan selalu ada jalanku untuk menujumu
Dan untuk mencintamu seumur hidupku,
aku hanya butuh satu
:  izinmu.
mungkin terlalu dalam kau berpijak atau aku yang abadikan jejak.
Serasa saat bersama.
Andai aku miliki waktu.
Hanya lika-liku langkah lama.
Maka ini ucap bibirku.
Selamat tinggal kamu.
Biar saja kurapatkan perahu.
Tanpa navigasi atas tujuanku.
Mungkin hantarku lewati gelap.
Papah aku akhiri ceritaku.
I love you esha ku ...”
Sendu sekali, alunan music akustik khas dari gitar milik Shaka mengiringi duka ku untuk terjatuh sekali lagi. Seandainya aku tau bunga-bunga itu adalah bunga-bunga terakhir dari mu untuk ku, mungkin aku akan menyimpan semua bunga itu tanpa harus membuangnya ketempat sampah.
Aku mengangguminya, mencintainya. Dengan semua hal yang semapt dia tunjukan padaku. Semangat hidup, ketulusan mencintai dan semua hal baik yang aku lalui selama tujuh tahun ini.
Terimakasih Shaka, terimakasih untuk semuanya. Cinta mu masih disini. Tentu saja.

TAMAT