Btw ini cerpen lanjutan dari cerpen latepost yang judulnya penyesalan Bianca yaaaa guys!
selamat menikmati...
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ya
sebelumnya perkenalkan namaku Aneta, namun kebanyakan orang memanggil ku Neta.
Sudah hampir satu tahun lebih aku menjalani biduk rumah tangga dengan Gaga,
Pria yang dijodohkan denganku dan kemudian aku menyukainnya. Hubungan kami
tidak berjalan lama sampai pada akhirnya kami memilih untuk menikah. Hubungan
kami berjalan baik-baik saja sebelum Gaga kembali bertemu dengan Bianca, cinta
pertamanya termasuk cinta yang paling menyakiti hatinya.
Aku
bukan seorang istri yang mengekang, aku sudah memiliki seribu maaf jika dia
memintanya dan mungkin sabarku tidak akan habis meskipun dia melakukan
kesalahan. Aku lebih dari sekedar mencintainya. Bahkan mungkin aku mencintainya
lebih dari mencintai diri ku sendiri.
Hari
itu, siang itu ketika ijab qobul menggema keseluruh masjid ada perasaan lega
dan juga haru, bahwa pada akhirnya dia tidak berpaling dan tetap mempertahankan
aku meskipun aku tau kenyataanya cintanya kepada Bianca tidak pernah pudar,
bahkan hingga detik ini.
Menurut
kalian bagaimana dengan perasaan aku? aku sudah terlalu banyak mengalah dan
memahami mereka berdua, aku sudah sangat mengerti bahwa perasaan tidak akan
pernah bisa diatur seperti kemauanku. Tapi bisakah dia sedikit saja melihat
kearah ku?
Setelah
satu tahun pernikahan kami, aku harus menerima kenyataan pahit bahwa aku
terkena kangker rahim setadium awal. Tapi kalian tahu? Aku tidak pernah
sekalipun memberitahu Gaga perihal penyakit ini, karena sepertinya kesehatan ku
tidak terlalu penting baginya. Tidak pernah sedikit saja dia bertanya mengapa
kita tidak memiliki anak, mungkin dia berharap kita tidak memiliki keturunan.
Awal
pernikahan kami semuanya indah, aku tahu Gaga berusaha keras melupakan Bianca
dan mencurahkan semuanya untuk ku, dan aku senang karena setidaknya dia sudah
berusaha keras untuk membahagiakan ku. Tapi sekarang? Mungkin dia sedang
menyerah karena kenyataanya Bianca tetap ada, dia tetap ada disekitar Gaga
mungkin di hatinya juga.
Tak
terhitung berapa kali, aku melihat mereka bertemu. Belum lagi beberapa teman yang
laporan bahwa mereka sering jalan bersama. Lagi-lagi aku hanya bisa memaklumi,
memaklumi perasaan gaga dan mengalah kepada keadaan.
Aku
sendirian melawan penyakit ini, dan sendirian melawan rasa sedih ini.
“Ya,
Kenapa Bian? Apa? Oke aku segera kesana!” Sapa Gaga dengan seseorang di ujung
telephone sana, aku terduduk disampingnya sambil melihat kearah jalanan di luar
mobil sana.
“siapa
?” Tanya ku dengan malas.
“Bianca
masuk rumah sakit, kita kesana dulu ya..”
“Ini
hari ulang tahun pernikahan kita loh Ga”
“Kita
kan bisa rayain setelah pulang dari rumah sakit, gak lama kok..”
“tapi
cafenya udah di reservasi, kita bisa ke rumah sakit besok pagi atau setelah
pulang dari makan malam kan?”
“kamu
kenapa sih ? ada orang sakit kok ga simpatik kaya gitu?”
“kalo
aku yang sakit apa kamu akan sepanik ini Ga?”
“....”
Gaga terdiam.
“Kenapa
kamu nanya kaya gitu sih ? ya aku bakalan panic juga lah! Lagian kamu tau kan
Bianca itu siapa, aku udah anggep dia kaya sodara aku sendiri. Berarti sodara
kamu juga.. masa kamu masih cemburu sama Bian sih kita kan sudah menikah, aku
sudah memilih kamu. Aku sama Bianca hanya menjaga hubungan baik, dan kita udah
kaya sodara aja. Ayolah Net ga baik kamu cemburu kaya gitu”
“oke,
aku telephone dulu cafenya buat cancel acara kita hari ini. Kayaknya kita udah
gak perlu lagi buat kesana”
“kamu
marah sama aku?”
“........”
aku terdiam, tak bersuara lagi. Aku hanya sedang berusaha menahan air mata ini
agar tidak menetes didepan Gaga lagi, karena itu terlihat sangat menyedihkan.
Gaga
menjalani mobil dengan kecepatan tinggi, tak sampai tiga puluh menit kami sudah
sampai di rumah sakit harapan indah itu. Aku mengikuti langkah Gaga yang
setengah berlari dengan wajah paniknya. Drap....drap...drap suara langkah kaki
Gaga yang tergesa-gesa itu terdengar menggema di lorong koridor rumah sakit.
Aku berjalan dengan wajah tak kuat menahan pilu. Menekan hatiku yang
berdarah-darah.
Kamar
nomor 256 tertera di depan pintu kamar Bianca, aku memasuki kamar itu dengan
mencoba senetral mungkin. Wangi khas rumah sakit menusuk hidungku, kulihat
Bianca terbaring lemas dengan wajah yang sangat pucat. Dia terbangun saat kami
memasuki kamarnya.
“Eh
Ga, udah sampai lagi?” tanyannya dengan wajah pucat pasi mencoba tersenyum
kearah ku, dan ku balas dengan senyum parau.
“Iya,
mama mana?” Tanya Gaga
“Mama
lagi keluar nyari kue, karena aku kasih tau Mama kamu mau dateng..Hay Net, apa
kabar?
Duduk sini..” sapa Bian mungkin mencoba menghangatkan suasana.
“Iya..”
jawabku singkat sambil terduduk di kursi berwarna coklat samping tempat tidur
Bianca.
“Jadi
kata dokter kenapa? kok bisa sampai pingsan gitu?” Tanya Gaga masih dengan
wajah paniknya.
“Gue,
kecapean gitu Ga kayanya sih darah rendah ditambah kena gejala types ya lengkap
sudah deh..”
“makanya
jangan kebanyakan kerja sampe lupa makan, bandel banget sih!”
“iyaa..gue
kadang suka lupa makan karena dikejar deadline. Next time bakalan lebih ngejaga
pola makan sama pola tidur deh”
“Hem...
gue pulang duluan aja kali ya” ucapku dengan suara pelan sekali, memotong
pembicaraan mereka.
“Loh
kok pulang Net,kenapa?”
“Iya
gak apa-apa gue pulang duluan aja naik taxi. Gaga disini dulu aja nemenin lo..
mungkin buat saat ini lo lagi butuh Gaga disini.”
“eh
engga kok Net, tadi aku nelephone Gaga untuk ngasih tau dia doang aja, gak
nyangka malah kalo dia mau dateng kesini. Kalian lagi ada rencana pergi ya? Duh
sorry banget deh kalo gue ganggu..maafin gue ya Net. Ga! Sana anterin Neta
pulang.”
“engga
gue balik duluan aja, gak apa-apa kok Bii..hehe acara gue sama Gaga gak
penting.kamu cepet sembuh yaa Bianca. Gue pamit pulang dulu”
“Kamu
kenapa sih Net?” Tanya Gaga mulai sinis.
“Aku?
gak kenapa-kenapa. emang aku kenapa ? Look at me baby, iam fine.” Ucapku sambil
tersenyum kearah bian yang merasa bersalah kemudian berlalu.
Beberapa
kali aku melihat kebelakang, berharap Gaga mengejar kepergian ku dan meminta
maaf namun nyatanya dia tidak sama sekali merisaukan kepergianku, kemarahanku,
rasa kecewaku. Dia mengabaikan perasaanku.
**
Dengan
menggunakan taxi aku sudah sampai di Cafe aksara, tempat yang seharusnya aku
kunjungi berdua dengan Gaga untuk memperingati hari ulang tahun pernikahan kami
yang pertama. Aku terduduk menghadap ke penggunungan hijau dengan langit senja
yang begitu cantik. Terduduk sendirian mencoba sekuat tenaga menahan air mata
ini agar tidak tumpah ruah disini. Memakan beberapa hidangan yang sudah dipesan
dengan tak begitu bersemangat. Berkali-kali bahkan aku melihat handphoneku
berharap Gaga sekedar bertanya “kamu dimana” , dia tidak sama sekali merisaukan
kepergian ku.
Aku
menahan rasa gengsi dan sakitku untuk menghubunginya duluan. Ku tekan tombol
berwarna hijau pada layar telephone genggamku.
“Hallo”
sapanya dari ujung telephone sana.
“tidak
kah kamu sedikit saja luangkan waktu untuk sekedar melihat aku? melihat
perasaan ku? Sebegitu tidak pentingnya aku? sebegitu tidak pentingnya perasaan
ku? Sejahat inikah lelaki yang menikahi ku?”
“Kamu
kenapa sih Net? Ini kamu dimana?”
“kenapa
baru bertanya sekarang aku dimana? Tidak panikah kamu saat aku pergi? Tidak
penting? Ah sudahlah, aku lelah Ga..mari kita bercerai saja, dan kembali lah
kepada Bianca. Bangunlah cinta sejati kalian”
“......”
Gaga terdiam
“Aneta,
kamu dimana..maafin aku buat hari ini. Aku jemput kamu sekarang” Suara Gaga
terdengar lemas.
“Gak
perlu Ga, Aku bisa pulang sendiri” ucapku dengan tangis tertahankan.
“Aku
minta maaf banget buat hari ini”
Klik
telephone aku matikan dengan tergesa-gesa, tangisku pecah tak perduli banyak
mata tertuju kearahku, aku sudah tak bisa menahan lagi. Aku sengaja menunggu
malam kian larut untuk memutuskan pulang ke rumah. aku hanya tidak ingin
terlihat terlalu menyedihkan dimata Gaga.
Sesampiannya
dirumah kulihat mobil Honda city berwarna hitam milik Gaga sudah terparkir di
hallaman rumah. aku memasuki rumah dengan mata sembab dan hati yang patah.
Klik..
ku buka gagang pintu rumah ku yang minimalis itu, gelap. Seluruh ruangan tampak
gelap gulita tanpa sedikitpun cahaya.
“Gaga
kan udah balik, kok dia gak nyalain lampu sih” gumanku dalam hati sambil
berjalan perlahan menyusuri tembok sambil mencari tombol lampu ruang tamu. Dan
Klik setelah lampu dinyalakan, sedikit hati yang patah tadi seolah diberi
energy.
Tulisan
besar bertuliskan “MAAF ANETA” ditempel di setiap sudut rumah, taburan bunga
mawar ada dimana-mana, balon balon berbentuk love memenuhi ruangan dengan
tulisan “selamat ulang tahun pernikahan Gaganeta” aku terduduk haru, kaki ku
rasanya lemas. Bagaimana bisa aku tidak luluh diperlakukan seperti ini?
Bagaimana aku bisa membencinya setelah jatuh berkali-kali jika diperlakukan
seperti ini. Tiba-tiba saja sayup-sayup terdengar lagu be my baby lagu
favourite ku, aku berjalan dengan senyuman setengah air mata yang masih
bersisa, kulihat ditaman belakang di atas kolam renang bertuliskan “i love you
Aneta” Oleh lilin-lilin kecil yang lucu dan lebih banyak lagi bunga yang tidak
bisa aku hitung jumlahnya.
“Maaf
buat hari ini sayang, selamat hari ulang tahun pernikahan kita yang
pertama..tetap jadi istri yang terbaik dan calon ibu terbaik untuk anak-anak
kita kelak yaa” Ucap Gaga dengan tampan malam ini mengenakan jas berwarna
silver sambil memegang bouket bunga berwarna pink dan putih. Aku berlari dan
memeluk erat tubuh Gaga dengan isak tangis yang kembali pecah.
“maafin
aku buat hari ini, udah bikin kamu kecewa lagi. Seharusnya engga, seharusnya
kamu bahagia..maafin aku” bisik Gaga ditelingaku sambil mencium keningku.
“makasih
banyak ya Ga, untuk setiap kejutan dan usaha buat meyakinkan aku..kalau aku,
adalah orang yang bener-bener kamu pilih” Ucapku , Gaga tersenyum dan
membantuku duduk di kursi kayu tak jauh dari kolam renang, kulihat diatas meja
sudah ada beberapa hidangan seperti layaknya makan malam romantic di
restoran-restoran mahal.
“Jadi
udahan ya cemburu sama Biannya” Ucapnya sambil tersenyum.
“Jadi
kamu lakuin ini semua bukan buat aku?” tanyaku kembali sinis.
“Ya
buat kamu lah sayang, buat apa ya aku capek-capek ngedekor semua ruangan kalo
bukan buat kamu, biar kamu seneng”
“Engga,
kamu lakuin ini semua untuk Bian! Biar apa? Biar aku berhenti ngejudge Bian
kan? Biar aku engga lagi menyalahkan keberadaan dia? Ga, kamu fikir dengan
balon, bunga, makan malam, hati aku bisa seketika sembuh? Aku fikir kamu minta
maaf dan bakalan bilang kalo kamu menyesal dan berjanji untuk lebih memihak
kepadaku ketimbang Bian, aku fikir kata-kata yang akan keluar dari mulut kamu
adalah aku akan lebih menjaga perasaan ku. Tapi ternyata kamu hanya
menyelematkan nama Bian!! Kamu hanya membela Bianca! Sumpah aku kecewa!” kali
ini aku berteriak dengan air mata tumpah ruah.
“Net,
apa sih yang ada difikiran kamu?”
“Apa
yang ada di fikiran aku adalah “I’m yours. But I’m not yours.” Aku gak lebih Cuma orang yang menyelamatkan
kamu dari situasi terpuruk, aku Cuma alat yang membantu kamu untuk merasa lebih
baik, tapi setelah kamu merasa sembuh, kamu tau kemana hati kamu harus pergi
dan apa yang hati kamu mau! Dan sangat jelas itu bukan aku! aku hanya sekedar
lahan parkir, yang bisa kamu gunakan untuk sekedar istirahat. Bukan rumah,
rumah mu bukan aku. tempat hati mu kembali bukan aku! bahkan setelah kita
menghabiskan satu tahun pernikahan kita Ga! Kamu fikir ada wanita yang akan
baik-baik saja diperlakukan tidak adil seperti ini?”
“Net, sorry...” Gaga
hanya menatapku sambil berucap seperti itu.
“tidak ada wanita yang
baik-baik saja untuk mengucapkan “kita bercerai saja” lebih dulu, tapi aku
merasa menyerah. Aku takut hatiku semakin tidak bisa memaklumi kamu lagi. Aku
takut rasa benci hadir disini”
“seandainya aku tahu,
memilihku tidak akan membuat kamu berpaling darinya. Aku akan merelakan kamu
sebelum hari pernikahan kita. Aku yang bakalan mundur kemudian pergi!”
“Oke maaf kalo sejauh ini
dan Selama ini aku salah! Tapi engga pernah terlintas sekalipun dibenak aku,
aku menyesal telah menikahi kamu! Tidak pernah terlintas sekalipun untuk
kembali pada Bianca dan ninggalin kamu! Dan cukup itu yang perlu kamu tahu!” Gaga terbangun dari kursinya dan berlalu
meninggalkan aku dengan hujan air mata.
**
Gigiku bergemeretak,
pundak ku naik turun karena menahan isak tangis yang rasanya akan segera
tumpah. Berulang kali aku berkata dalam hati bahwa “ jangan sampai aku menangis
disini, ya tuhan kuatkan aku”.
Hujan siang ini di luar
sana mulai deras. Uap panas mengepul dari cangkir kecil berisi Cappucino yang
sudah tergeletak di atas meja sejak lima belas menit yang lalu. Pandanganku
seketika kabur, bukan karena tetesan air hujan yang membasahi sudut kaca
jendela di cafe ini yang menyisakan embun yang meneyeluruh, tapi karena lelehan
Kristal es yang tidak butuh waktu lama membanjiri pipiku.
Hatiku amat sakit.
Teramat sangat hancur.
Aku kembali melihat layar
handphone ku dan mencoba menghubungi sahabatku yang tadi aku ajak bertemu. Tak
lama , kulihat dia dengan terburu-buru memasuki cafe dan langsung melihat
kearahku. Dia langsung duduk dihadapanku.
“Duh sorry Net, Jalanan
macet banget”
“Lagian Elo ya, kantor di
Dago minta ketemuan disini. Lo kayak engga tau daerah bandung aja sekarang
macetnya kaya apaan tau” Ucapnya lagi.
“Iya sorry, soalnya Gue
suka banget suasana di cafe ini Ren, enak tenang dan engga terlalu rame gitu”
“Lo mau ngomongin apaan
sih Net?”
“Jadi maksud lo Gaga sama
Bianca sampe detik ini pun masih berhubungan baik gitu?” Ucap Rene kaget setelah
mendengarkan cerita lengkap tentang perasaan yang aku pendam selama ini.
“kalo sekedar berhubungan
baik, it’s okay lah Ren..tapi ini udah lebih dari batas sekedar baik. Gue
disini udah bukan sekedar pacarnya Gaga. Gue udah jadi istrinya, seseorang yang
harusnya lebih dijaga baik kan perasaanya? Gue gak ngerti lagi Ren” air mataku
kembali tumpah, Rena menatapku penuh haru mencoba menenangkan hati sahabatnya
ini.
Bulir air mata itu terus
menerus jatuh membasahi pipiku begitu saja. “Gue kangen dia, yang sebelum
seperti ini. Gue kangen dia sebelum dia ketemu lagi sama Bianca. Gue kangen dia
yang sehangat dulu pertama kali bertemu, Gue fikir setelah gue mengizinkan
mereka berdua pergi kebali untuk menyelesaikan apa yang belum terselesaikan
akan menjadi awal baru untuk gue dan Gaga melangkah tanpa terus dibayang oleh
masalalunya, nyatanya Gue salah!” aku hanya terisak. Lukaku yang kucoba
sembuhkan dengan semua kata maaf ternyata tak kunjung sembuh, malah melebar dan
merasa sakit lebih dalam. “Gue gak kenal Gaga yang sekarang Ren..”
“its time to move on,
dear” Ucap Rene sambil mengelus tanganku. “Sembuhkan diri lo, sembuhkan
luka-luka lo..oke gue akui tidak ada yang tidak menyakitkan dari sebuah
perceraian, tapi tidak ada solusi terbaik dari pergi dibanding membiarkan diri
lo terus terjatuh dalam luka. Ada banyak hal yang harus lo kerjakan Net,
ayolah! Lo harus bangkit..lo harus focus lagi sama usaha cafe yang lo mau bikin
itu..sahabat gue itu orang terkuat yang pernah ada di muka bumi”
“Lo gak tau apapun sih
Ren, lo gak tau! Semua orang gak tau apa yang udah Gaga lakuin sama gue..kalian
gak pernah tau..” dadaku sesak, mengingat semua yang terjadi antara aku dan
gaga. Sesak sekali.
“Net, kata siapa gue gak
tau? Gue tau semuanya. Dari awal bahkan sampai hari ini. Net! Gue tau gimana
Gaga memperlakukan lo setidak adil ini. Gue juga tau gimana Gaga bisa mengambil
hati keluarga lo, nyokap lo yang bahkan percaya banget sama Gaga , Gue tau kalo
ternyata dia tidak sehebat itu, Gue tauuuu gue liat dengan mata kepala gue
sendiri beberapa kali dia bertemu dengan Bianca tanpa ada rasa salah, Gue tau
Aneta dan gue denger apa yang orang-orang bilang tentang Gaga diluaran sana.
Dan gue rasa ini udah lebih dari cukup oke!!”
“Gue bingung banget
Ren..bagaimana kehidupan gue setelah bercerai..Gue takut banget”
“Lo hanya perlu focus
dulu sama karier lo yang sempat terbengkalai, gue dukung lo banget deh Net,
apapun keputusan lo!”
“Gue bingung, bingung
sampe gak ngerti lagi” aku terduduk lemas dengan wajah pucat pasi, seharusnya hari
ini aku melakukan control penyakitku , namun aku urungkan niat ku. Mungkin kah
untuk saat ini yang terbaik adalah mati? Aku sudah merasa hilang, merasa tidak
ada, merasa tak ingin lagi hidup.
“Lo Cuma harus percaya
tentang kebaikan yang selalu akan berbalas kebaikan, atau tentang bagaimana
tuhan akan selalu berlaku adil dan tak akan pernah meninggalkan setiap
kesulitan sendirian” dan aku terenyuh oleh ucapan Rene yang terakhir ini, ya
begitu benar yang dia ucapkan. Tidak ada yang sia-sia dari sebuah ketulusan,
dan aku percaya itu.
**
Jari-jariku masih menari
asik diatas keybord laptop malam ini diruang tengah. Entah mengapa, ada sesuatu
yang menggelitik hati dan fikiranku. Ada sesuatu yang mendorongku untuk menulis
catatan pendek untukmu, agar kelak kamu bisa membacanya dan memahami sepotong
perasaan ini. Hari sudah semakin larut dan langit malam tentunya semakin pekat.
Hawa dingin mulai menusuk hingga ke tulang. Namun kamu hingga detik ini belum
pulang juga kerumah, aku menerawang mencoba membayangkan apa yang sedang kau
lakukan disana. Pastinya kau sedang tidak ingin diganggu karena perhatianmu
pada Bianca begitu besar. Haha aku mengerti dan aku akan selalu mencoba
mengerti.
Malam ini rasanya aku
begitu merindukanmu. Malam ini rasanya rindu kian membuncah tak terbendungkan.
Nampak seperti pagi yang merindu embun. Apa kau juga merasakan hal yang sama
sepertiku? Atau hanya aku saja?
Ditemani beberapa lagu
yang terus berputar dari Mp3 palayerku, suasana malam ini kian mendayu sendu.
Petikan gitar yang ku dengar dengan spontan mengingatkanku padamu. Pada
permainan gitarmu dan lagu yang selalu kau nyanyikan untuk menghibur ku .
Ah, senyumku selalu saja
mengembang bila mengingat hari-hari yang kita lalui dahulu begitu indah. Tak
begitu lama sampai pada akhirnya kita memilih untuk menikah, dan tidak lama
Bianca menghubungi mu lagi, dan membuat mu begitu berbeda. Teringat kembali
kekonyolanmu yang kadang diselingi perdebatan kecil kita yang tak pernah ada
ujungnya. “seandainya kita terus seperti itu” gumanku dalam hati. Ternyata
kepercayaan yang sudah aku tanamkan di awal membunuh keyakinan itu sendiri.
Terima kasih, hanya kata
itu yang dapat aku ucapkan. Seandainya ada kata lain, pasti sudah ku ucapkan
kepadamu. Aku sangat bersyukur bisa mengenalmu dan mendampingimu sampai detik
ini. Maafkan atas segala kekurangan ku, maafkan karena aku tetap tidak bisa
membuat kamu mencintai aku.
“Malam..” sapanya dengan
wajah kusut dan melewati ku yang masih asik dengan laptopku.
“Hanya itu?” ucapku
dengan sinis.
“Sorry aku pulang telat,
banyak kerjaan dikantor” ucapnya sambil berlalu.
“Aku udah bikinin kamu
nasi goreng kambing di meja makan, mungkin udah dingin tapi kalo kamu mau aku
bisa panaskan” ucapku setengah berteriak.
“Gak usah, aku udah
kenyang”
“kamu kenapa?” tanyaku sambil
memasuki kamar dan kulihat dia tengah tidur-tiduran diatas kasur masih lengkap
dengan pakaian dan sepatu yang menempel di kakinya.
“Net, plis jangan
sekarang ya aku lagi pusing banyak kerjaan banget dikantor”
“bukan karena ketemu
Bianca?” aku semakin sinis.
“kamu tuh kenapa sih
Aneta? Sumpah ya aku bener-bener capek seharian ini, bisa gak sih kamu
meringankan beban aku sedikit aja?”
“jadi maksud kamu selama
ini aku beban buat kamu iya?!”
“kerjaan ku di kantor
lagi banyak banget, iya tadi aku kerumah sakit sebentar nengok Bian, katanya
besok pagi dia sudah boleh pulang..Bian terkena Alergi usus yang cukup parah,
jadi wajar kan kalo aku ikut kefikiran juga?”
“iya wajar dan selalu
menjadi wajar buat kamu!” aku berlalu membanting pintu kamar itu dan menangis
sejadi-jadinya didalam kamar mandi.
Malam ini ditengah
kericuhan hati dan fikiranku, asma ku kambuh. Nafasku terasa berat dan berbunyi
“ngik” air mataku sudah tak dapat terbendung lagi menahan sesaknya nafas ini.
Aku memiliki asma yang diturunkan oleh ayahku sewaktu beliau masih ada. Badanku
mulai memanas, mataku berkunang-kunang dan aku serasa melayang jauh...
Bau khas rumah sakit
menusuk-nusuk hidungku, kubuka mataku perlahan dengan selang infusan dan
oksigen yang menempel di hidung dan tanganku. Kulihat Gaga ada disamping tempat
tidurku memandangku lemas, ada Ibunda ku dan Rene yang tampak panic.
“Lo gak kenapa-kenapa kan
Net?” Tanya Rene panic sambil menggenggam tanganku yang panas.
“......” Aku tak menjawab
hanya menyapu pengelihatan ku ke setiap sudut ruangan.
“Bunda ketemu dokter dulu
ya sayang, disini dulu ya sama Gaga dan Rene” Ucap Bunda sambil berlalu.
“Lo tega ya Ga, bikin
Neta kaya gini” Celetuk Rene dengan sinis.
“Re...nn..” aku
terbata-bata untuk berbicara.
“Ya,, Net..kenapa?”
“Gue
ma..u..ngo..mong..sa..ma..Gaga..du..lu..ber..du.a..bo..le..h?”
“Oke, Gue tunggu diluar
ya..” Rene meninggalkan kami
“Kenapa kamu gak pernah
cerita sama aku?” Tanya Gaga lantang!
“KENAPA KAMU ENGGA PERNAH
CERITA SAMA AKU!!!!”
“KENAPA KAMU MENDEM SEMUA
ITU SENDIRIAN NET? KENAPA AKU HARUS TAU KAMU KANGKER RAHIM SEPERTI INI! KENAPA
KAMU RAHASIAIN DARI AKU, SUAMI KAMU!!”
“Kalo..aku bil.a..ng..
apa kamu per..du..li?”
“Ya, aku pasti perduli,
aku ini suami kamu Aneta! Aku tuh ngerasa kaya ga dianggep sebagai suami tau
gak sih sama kamu!”
“Lap..top.. ku..
di..mana?”
“kamu masih
sempet-sempetnya ya nyariin laptop kamu!”
“Bu..ka..folder..
ca.ta..ta..n ke..cil, di..situ kamu..akan ngerti..” Ucapku sambil memejamkan
mata, dan Gaga keluar dari ruangan ku dengan mukanya yang tampak begitu
ling-lung.
Aku yakin saat ini dia
sedang berusaha mencari laptop ku, atau mungkin tidak sama sekali. Dan sibuk
dengan perasaanya sendiri saja. Ada beberapa hal yang aku tuliskan disana. Didalam
laptop itu. Yang mungkin akan membuatnya sedikit mengerti perasaan ku sejauh
ini, atau mungkin tetap tidak sama sekali mengerti?
14 Jully 2017
Sekali lagi, aku bersyukur bahwa rasa itu pernah ada, dan aku
bersyukur bahwa rasa ini terukir dengan sangat sederhana. Mungkin ada benarnya
juga membiarkan semua hal mengalir begitu saja, mengikuti hukum alam yang sudah
ditetapkan oleh sang pencipta. Mungkin ada benaranya juga memasrahkan apa yang
belum terjadi dan tak berharap lebih pada sesuatu. Yang mestinya kita lakukan
yaitu memastikan bahwa kita telah menjalani hari dengan sebaik-baiknya.
Namun semakin lama, aku semakin lupa caranya memahami kamu
yang tidak lagi sama. Tak jarang kita hanya bertemu dalam diam, kita serumah
bahkan seranjang namun tetap terasa dingin. Dan lagi sepertinya kamu memang
lupa caranya menghangatkan kembali rumah tangga ini.
Aku tahu , sedari awal aku memang berjalan sendiri. Seperti mempertahankan
setangkai bunga saat badai datang, jelas tak mungkin. Sedari awal hanya aku
yang seratus persen mencintai kamu, namun tidak dengan kamu. Sejauh ini aku
sudah amat sangat mencoba memahami , namun akhirnya aku...tumbang juga.
Ga, kamu tahu..aku di vonis mengidap penyakit kangker rahim
stadium akhir.. tapi aku terlalu takut untuk memberitahu kamu, aku takut kamu
malah semakin bulat untuk berfikiran pergi meninggalkan aku yang tidak akan
memberikan mu keturunan, aku takut kamu menyesal menikahi ku yang pada akhirnya
tetap tidak bisa membuat kamu mencintai aku dan melupakan Bianca.
Ga, aku juga tidak mau merepotkan mu dengan penyakitku. Maafkan
aku telah menyembunyikan ini semua..aku bahkan terlalu mencintai kamu ketimbang
diri ku sendiri.
Beberapa kali aku berharap malaikat pencabut nyawa mendatangi
ku lebih cepat, setidaknya agar aku bisa tenang disana, dan kamu...bisa kembali
kepadanya..wanita yang begitu kau jaga.
Kali ini, kamu mengajariku untuk mengerti. Kamu mengejariku
untuk menyadari tak segala hal bisa ku rengkuh selagi ku mau. Kamu mengajariku
realita hidup yang penuh pengharapan walau akhirnya harus terluka, sakit,
kecewa dan kehilangan. Kamu mengajariku banyak hal yang tak bisa aku sebutkan
satu persatu.
Ga, mungkin jika harus aku tuliskan bagaimana bentuk rasa
sakit dan kecewa ini, seratus lembar halaman pun tidak akan cukup untuk
menjelaskannya. Tapi sudahlah, yang perlu kau tau.. rasa kecewa itu kalah
dengan rasa cinta ku yang begitu besar, jangan dibayangkan seberapa besar..
bahkan aku pun tidak bisa menggambarkannya.
Ga, terimakasih sudah memilih ku untuk mendampingi mu, untuk
memeluk mu, untuk senyuman mu, untuk ciuman mu.
Ga, terimakasih sudah menjadi suami terhebat untuk aku,
terimakasih sudah membuat aku jatuh cinta berkali-kali pada setiap tatapan mu..
Kelak jika aku sudah tiada, aku begitu mengiklaskan kepergian
mu didalam pelukan Bianca..
Bahagia lah kalian, aku merestui..selalu.
Ga, waktu ku tidak banyak, tubuhku serasa semakin lemahh, aku
sengaja membuatnya demikian, karena aku rasa tidak ada yang lebih baik dari
itu.
Gaga, i love you...
**
Aku yakin kali ini Gaga sudah membaca catatan kecil tersebut, aku
mendengar sayup-sayup seseorang tengah menangis..banyak orang tengah
menangis..aku merasa ada kilatan cahaya menerpa wajahku. Aku tersenyum penuh
rasa lega, ini saatnya..ini akhirnya..
Goodbye Ga, aku akan memperhatikan mu dari atas sana..
Jangan lupa untuk selalu bahagia.
Sekali lagi I love you Gaga...