Kamis, 14 Juli 2016

Dari Aku Yang Mencintai mu, Ga!


Btw ini cerpen lanjutan dari cerpen latepost yang judulnya penyesalan Bianca yaaaa guys! 
selamat menikmati...
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Ya sebelumnya perkenalkan namaku Aneta, namun kebanyakan orang memanggil ku Neta. Sudah hampir satu tahun lebih aku menjalani biduk rumah tangga dengan Gaga, Pria yang dijodohkan denganku dan kemudian aku menyukainnya. Hubungan kami tidak berjalan lama sampai pada akhirnya kami memilih untuk menikah. Hubungan kami berjalan baik-baik saja sebelum Gaga kembali bertemu dengan Bianca, cinta pertamanya termasuk cinta yang paling menyakiti hatinya.

Aku bukan seorang istri yang mengekang, aku sudah memiliki seribu maaf jika dia memintanya dan mungkin sabarku tidak akan habis meskipun dia melakukan kesalahan. Aku lebih dari sekedar mencintainya. Bahkan mungkin aku mencintainya lebih dari mencintai diri ku sendiri.

Hari itu, siang itu ketika ijab qobul menggema keseluruh masjid ada perasaan lega dan juga haru, bahwa pada akhirnya dia tidak berpaling dan tetap mempertahankan aku meskipun aku tau kenyataanya cintanya kepada Bianca tidak pernah pudar, bahkan hingga detik ini.

Menurut kalian bagaimana dengan perasaan aku? aku sudah terlalu banyak mengalah dan memahami mereka berdua, aku sudah sangat mengerti bahwa perasaan tidak akan pernah bisa diatur seperti kemauanku. Tapi bisakah dia sedikit saja melihat kearah ku?

Setelah satu tahun pernikahan kami, aku harus menerima kenyataan pahit bahwa aku terkena kangker rahim setadium awal. Tapi kalian tahu? Aku tidak pernah sekalipun memberitahu Gaga perihal penyakit ini, karena sepertinya kesehatan ku tidak terlalu penting baginya. Tidak pernah sedikit saja dia bertanya mengapa kita tidak memiliki anak, mungkin dia berharap kita tidak memiliki keturunan.
Awal pernikahan kami semuanya indah, aku tahu Gaga berusaha keras melupakan Bianca dan mencurahkan semuanya untuk ku, dan aku senang karena setidaknya dia sudah berusaha keras untuk membahagiakan ku. Tapi sekarang? Mungkin dia sedang menyerah karena kenyataanya Bianca tetap ada, dia tetap ada disekitar Gaga mungkin di hatinya juga.

Tak terhitung berapa kali, aku melihat mereka bertemu. Belum lagi beberapa teman yang laporan bahwa mereka sering jalan bersama. Lagi-lagi aku hanya bisa memaklumi, memaklumi perasaan gaga dan mengalah kepada keadaan. 

Aku sendirian melawan penyakit ini, dan sendirian melawan rasa sedih ini.

“Ya, Kenapa Bian? Apa? Oke aku segera kesana!” Sapa Gaga dengan seseorang di ujung telephone sana, aku terduduk disampingnya sambil melihat kearah jalanan di luar mobil sana.

“siapa ?” Tanya ku dengan malas.

“Bianca masuk rumah sakit, kita kesana dulu ya..”

“Ini hari ulang tahun pernikahan kita loh Ga” 

“Kita kan bisa rayain setelah pulang dari rumah sakit, gak lama kok..”

“tapi cafenya udah di reservasi, kita bisa ke rumah sakit besok pagi atau setelah pulang dari makan malam kan?”

“kamu kenapa sih ? ada orang sakit kok ga simpatik kaya gitu?”

“kalo aku yang sakit apa kamu akan sepanik ini Ga?”

“....” Gaga terdiam.

“Kenapa kamu nanya kaya gitu sih ? ya aku bakalan panic juga lah! Lagian kamu tau kan Bianca itu siapa, aku udah anggep dia kaya sodara aku sendiri. Berarti sodara kamu juga.. masa kamu masih cemburu sama Bian sih kita kan sudah menikah, aku sudah memilih kamu. Aku sama Bianca hanya menjaga hubungan baik, dan kita udah kaya sodara aja. Ayolah Net ga baik kamu cemburu kaya gitu”

“oke, aku telephone dulu cafenya buat cancel acara kita hari ini. Kayaknya kita udah gak perlu lagi buat kesana”

“kamu marah sama aku?”

“........” aku terdiam, tak bersuara lagi. Aku hanya sedang berusaha menahan air mata ini agar tidak menetes didepan Gaga lagi, karena itu terlihat sangat menyedihkan.

Gaga menjalani mobil dengan kecepatan tinggi, tak sampai tiga puluh menit kami sudah sampai di rumah sakit harapan indah itu. Aku mengikuti langkah Gaga yang setengah berlari dengan wajah paniknya. Drap....drap...drap suara langkah kaki Gaga yang tergesa-gesa itu terdengar menggema di lorong koridor rumah sakit. Aku berjalan dengan wajah tak kuat menahan pilu. Menekan hatiku yang berdarah-darah. 

Kamar nomor 256 tertera di depan pintu kamar Bianca, aku memasuki kamar itu dengan mencoba senetral mungkin. Wangi khas rumah sakit menusuk hidungku, kulihat Bianca terbaring lemas dengan wajah yang sangat pucat. Dia terbangun saat kami memasuki kamarnya.

“Eh Ga, udah sampai lagi?” tanyannya dengan wajah pucat pasi mencoba tersenyum kearah ku, dan ku balas dengan senyum parau.

“Iya, mama mana?” Tanya Gaga

“Mama lagi keluar nyari kue, karena aku kasih tau Mama kamu mau dateng..Hay Net, apa kabar? 
Duduk sini..” sapa Bian mungkin mencoba menghangatkan suasana.

“Iya..” jawabku singkat sambil terduduk di kursi berwarna coklat samping tempat tidur Bianca.

“Jadi kata dokter kenapa? kok bisa sampai pingsan gitu?” Tanya Gaga masih dengan wajah paniknya.

“Gue, kecapean gitu Ga kayanya sih darah rendah ditambah kena gejala types ya lengkap sudah deh..”

“makanya jangan kebanyakan kerja sampe lupa makan, bandel banget sih!”

“iyaa..gue kadang suka lupa makan karena dikejar deadline. Next time bakalan lebih ngejaga pola makan sama pola tidur deh” 

“Hem... gue pulang duluan aja kali ya” ucapku dengan suara pelan sekali, memotong pembicaraan mereka.

“Loh kok pulang Net,kenapa?”

“Iya gak apa-apa gue pulang duluan aja naik taxi. Gaga disini dulu aja nemenin lo.. mungkin buat saat ini lo lagi butuh Gaga disini.”

“eh engga kok Net, tadi aku nelephone Gaga untuk ngasih tau dia doang aja, gak nyangka malah kalo dia mau dateng kesini. Kalian lagi ada rencana pergi ya? Duh sorry banget deh kalo gue ganggu..maafin gue ya Net. Ga! Sana anterin Neta pulang.”

“engga gue balik duluan aja, gak apa-apa kok Bii..hehe acara gue sama Gaga gak penting.kamu cepet sembuh yaa Bianca. Gue pamit pulang dulu”

“Kamu kenapa sih Net?” Tanya Gaga mulai sinis.

“Aku? gak kenapa-kenapa. emang aku kenapa ? Look at me baby, iam fine.” Ucapku sambil tersenyum kearah bian yang merasa bersalah kemudian berlalu.

Beberapa kali aku melihat kebelakang, berharap Gaga mengejar kepergian ku dan meminta maaf namun nyatanya dia tidak sama sekali merisaukan kepergianku, kemarahanku, rasa kecewaku. Dia mengabaikan perasaanku.
**
Dengan menggunakan taxi aku sudah sampai di Cafe aksara, tempat yang seharusnya aku kunjungi berdua dengan Gaga untuk memperingati hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Aku terduduk menghadap ke penggunungan hijau dengan langit senja yang begitu cantik. Terduduk sendirian mencoba sekuat tenaga menahan air mata ini agar tidak tumpah ruah disini.  Memakan beberapa hidangan yang sudah dipesan dengan tak begitu bersemangat. Berkali-kali bahkan aku melihat handphoneku berharap Gaga sekedar bertanya “kamu dimana” , dia tidak sama sekali merisaukan kepergian ku.

Aku menahan rasa gengsi dan sakitku untuk menghubunginya duluan. Ku tekan tombol berwarna hijau pada layar telephone genggamku.

“Hallo” sapanya dari ujung telephone sana.

“tidak kah kamu sedikit saja luangkan waktu untuk sekedar melihat aku? melihat perasaan ku? Sebegitu tidak pentingnya aku? sebegitu tidak pentingnya perasaan ku? Sejahat inikah lelaki yang menikahi ku?”

“Kamu kenapa sih Net? Ini kamu dimana?”

“kenapa baru bertanya sekarang aku dimana? Tidak panikah kamu saat aku pergi? Tidak penting? Ah sudahlah, aku lelah Ga..mari kita bercerai saja, dan kembali lah kepada Bianca. Bangunlah cinta sejati kalian”

“......” Gaga terdiam

“Aneta, kamu dimana..maafin aku buat hari ini. Aku jemput kamu sekarang” Suara Gaga terdengar lemas.

“Gak perlu Ga, Aku bisa pulang sendiri” ucapku dengan tangis tertahankan.

“Aku minta maaf banget buat hari ini”

Klik telephone aku matikan dengan tergesa-gesa, tangisku pecah tak perduli banyak mata tertuju kearahku, aku sudah tak bisa menahan lagi. Aku sengaja menunggu malam kian larut untuk memutuskan pulang ke rumah. aku hanya tidak ingin terlihat terlalu menyedihkan dimata Gaga.
Sesampiannya dirumah kulihat mobil Honda city berwarna hitam milik Gaga sudah terparkir di hallaman rumah. aku memasuki rumah dengan mata sembab dan hati yang patah.

Klik.. ku buka gagang pintu rumah ku yang minimalis itu, gelap. Seluruh ruangan tampak gelap gulita tanpa sedikitpun cahaya. 

“Gaga kan udah balik, kok dia gak nyalain lampu sih” gumanku dalam hati sambil berjalan perlahan menyusuri tembok sambil mencari tombol lampu ruang tamu. Dan Klik setelah lampu dinyalakan, sedikit hati yang patah tadi seolah diberi energy. 

Tulisan besar bertuliskan “MAAF ANETA” ditempel di setiap sudut rumah, taburan bunga mawar ada dimana-mana, balon balon berbentuk love memenuhi ruangan dengan tulisan “selamat ulang tahun pernikahan Gaganeta” aku terduduk haru, kaki ku rasanya lemas. Bagaimana bisa aku tidak luluh diperlakukan seperti ini? Bagaimana aku bisa membencinya setelah jatuh berkali-kali jika diperlakukan seperti ini. Tiba-tiba saja sayup-sayup terdengar lagu be my baby lagu favourite ku, aku berjalan dengan senyuman setengah air mata yang masih bersisa, kulihat ditaman belakang di atas kolam renang bertuliskan “i love you Aneta” Oleh lilin-lilin kecil yang lucu dan lebih banyak lagi bunga yang tidak bisa aku hitung jumlahnya.

“Maaf buat hari ini sayang, selamat hari ulang tahun pernikahan kita yang pertama..tetap jadi istri yang terbaik dan calon ibu terbaik untuk anak-anak kita kelak yaa” Ucap Gaga dengan tampan malam ini mengenakan jas berwarna silver sambil memegang bouket bunga berwarna pink dan putih. Aku berlari dan memeluk erat tubuh Gaga dengan isak tangis yang kembali pecah.

“maafin aku buat hari ini, udah bikin kamu kecewa lagi. Seharusnya engga, seharusnya kamu bahagia..maafin aku” bisik Gaga ditelingaku sambil mencium keningku.

“makasih banyak ya Ga, untuk setiap kejutan dan usaha buat meyakinkan aku..kalau aku, adalah orang yang bener-bener kamu pilih” Ucapku , Gaga tersenyum dan membantuku duduk di kursi kayu tak jauh dari kolam renang, kulihat diatas meja sudah ada beberapa hidangan seperti layaknya makan malam romantic di restoran-restoran mahal.

“Jadi udahan ya cemburu sama Biannya” Ucapnya sambil tersenyum.

“Jadi kamu lakuin ini semua bukan buat aku?” tanyaku kembali sinis.

“Ya buat kamu lah sayang, buat apa ya aku capek-capek ngedekor semua ruangan kalo bukan buat kamu, biar kamu seneng”

“Engga, kamu lakuin ini semua untuk Bian! Biar apa? Biar aku berhenti ngejudge Bian kan? Biar aku engga lagi menyalahkan keberadaan dia? Ga, kamu fikir dengan balon, bunga, makan malam, hati aku bisa seketika sembuh? Aku fikir kamu minta maaf dan bakalan bilang kalo kamu menyesal dan berjanji untuk lebih memihak kepadaku ketimbang Bian, aku fikir kata-kata yang akan keluar dari mulut kamu adalah aku akan lebih menjaga perasaan ku. Tapi ternyata kamu hanya menyelematkan nama Bian!! Kamu hanya membela Bianca! Sumpah aku kecewa!” kali ini aku berteriak dengan air mata tumpah ruah.

“Net, apa sih yang ada difikiran kamu?”

“Apa yang ada di fikiran aku adalah “I’m yours. But I’m not yours.”  Aku gak lebih Cuma orang yang menyelamatkan kamu dari situasi terpuruk, aku Cuma alat yang membantu kamu untuk merasa lebih baik, tapi setelah kamu merasa sembuh, kamu tau kemana hati kamu harus pergi dan apa yang hati kamu mau! Dan sangat jelas itu bukan aku! aku hanya sekedar lahan parkir, yang bisa kamu gunakan untuk sekedar istirahat. Bukan rumah, rumah mu bukan aku. tempat hati mu kembali bukan aku! bahkan setelah kita menghabiskan satu tahun pernikahan kita Ga! Kamu fikir ada wanita yang akan baik-baik saja diperlakukan tidak adil seperti ini?”

“Net, sorry...” Gaga hanya menatapku sambil berucap seperti itu.

“tidak ada wanita yang baik-baik saja untuk mengucapkan “kita bercerai saja” lebih dulu, tapi aku merasa menyerah. Aku takut hatiku semakin tidak bisa memaklumi kamu lagi. Aku takut rasa benci hadir disini”

“seandainya aku tahu, memilihku tidak akan membuat kamu berpaling darinya. Aku akan merelakan kamu sebelum hari pernikahan kita. Aku yang bakalan mundur kemudian pergi!”

“Oke maaf kalo sejauh ini dan Selama ini aku salah! Tapi engga pernah terlintas sekalipun dibenak aku, aku menyesal telah menikahi kamu! Tidak pernah terlintas sekalipun untuk kembali pada Bianca dan ninggalin kamu! Dan cukup itu yang perlu kamu tahu!”  Gaga terbangun dari kursinya dan berlalu meninggalkan aku dengan hujan air mata.
**
Gigiku bergemeretak, pundak ku naik turun karena menahan isak tangis yang rasanya akan segera tumpah. Berulang kali aku berkata dalam hati bahwa “ jangan sampai aku menangis disini, ya tuhan kuatkan aku”.

Hujan siang ini di luar sana mulai deras. Uap panas mengepul dari cangkir kecil berisi Cappucino yang sudah tergeletak di atas meja sejak lima belas menit yang lalu. Pandanganku seketika kabur, bukan karena tetesan air hujan yang membasahi sudut kaca jendela di cafe ini yang menyisakan embun yang meneyeluruh, tapi karena lelehan Kristal es yang tidak butuh waktu lama membanjiri pipiku.

Hatiku amat sakit. Teramat sangat hancur.

Aku kembali melihat layar handphone ku dan mencoba menghubungi sahabatku yang tadi aku ajak bertemu. Tak lama , kulihat dia dengan terburu-buru memasuki cafe dan langsung melihat kearahku. Dia langsung duduk dihadapanku.

“Duh sorry Net, Jalanan macet banget”

“Lagian Elo ya, kantor di Dago minta ketemuan disini. Lo kayak engga tau daerah bandung aja sekarang macetnya kaya apaan tau” Ucapnya lagi.

“Iya sorry, soalnya Gue suka banget suasana di cafe ini Ren, enak tenang dan engga terlalu rame gitu”

“Lo mau ngomongin apaan sih Net?”

“Jadi maksud lo Gaga sama Bianca sampe detik ini pun masih berhubungan baik gitu?” Ucap Rene kaget setelah mendengarkan cerita lengkap tentang perasaan yang aku pendam selama ini.

“kalo sekedar berhubungan baik, it’s okay lah Ren..tapi ini udah lebih dari batas sekedar baik. Gue disini udah bukan sekedar pacarnya Gaga. Gue udah jadi istrinya, seseorang yang harusnya lebih dijaga baik kan perasaanya? Gue gak ngerti lagi Ren” air mataku kembali tumpah, Rena menatapku penuh haru mencoba menenangkan hati sahabatnya ini.

Bulir air mata itu terus menerus jatuh membasahi pipiku begitu saja. “Gue kangen dia, yang sebelum seperti ini. Gue kangen dia sebelum dia ketemu lagi sama Bianca. Gue kangen dia yang sehangat dulu pertama kali bertemu, Gue fikir setelah gue mengizinkan mereka berdua pergi kebali untuk menyelesaikan apa yang belum terselesaikan akan menjadi awal baru untuk gue dan Gaga melangkah tanpa terus dibayang oleh masalalunya, nyatanya Gue salah!” aku hanya terisak. Lukaku yang kucoba sembuhkan dengan semua kata maaf ternyata tak kunjung sembuh, malah melebar dan merasa sakit lebih dalam. “Gue gak kenal Gaga yang sekarang Ren..” 

“its time to move on, dear” Ucap Rene sambil mengelus tanganku. “Sembuhkan diri lo, sembuhkan luka-luka lo..oke gue akui tidak ada yang tidak menyakitkan dari sebuah perceraian, tapi tidak ada solusi terbaik dari pergi dibanding membiarkan diri lo terus terjatuh dalam luka. Ada banyak hal yang harus lo kerjakan Net, ayolah! Lo harus bangkit..lo harus focus lagi sama usaha cafe yang lo mau bikin itu..sahabat gue itu orang terkuat yang pernah ada di muka bumi”

“Lo gak tau apapun sih Ren, lo gak tau! Semua orang gak tau apa yang udah Gaga lakuin sama gue..kalian gak pernah tau..” dadaku sesak, mengingat semua yang terjadi antara aku dan gaga. Sesak sekali.

“Net, kata siapa gue gak tau? Gue tau semuanya. Dari awal bahkan sampai hari ini. Net! Gue tau gimana Gaga memperlakukan lo setidak adil ini. Gue juga tau gimana Gaga bisa mengambil hati keluarga lo, nyokap lo yang bahkan percaya banget sama Gaga , Gue tau kalo ternyata dia tidak sehebat itu, Gue tauuuu gue liat dengan mata kepala gue sendiri beberapa kali dia bertemu dengan Bianca tanpa ada rasa salah, Gue tau Aneta dan gue denger apa yang orang-orang bilang tentang Gaga diluaran sana. Dan gue rasa ini udah lebih dari cukup oke!!” 

“Gue bingung banget Ren..bagaimana kehidupan gue setelah bercerai..Gue takut banget”

“Lo hanya perlu focus dulu sama karier lo yang sempat terbengkalai, gue dukung lo banget deh Net, apapun keputusan lo!”

“Gue bingung, bingung sampe gak ngerti lagi” aku terduduk lemas dengan wajah pucat pasi, seharusnya hari ini aku melakukan control penyakitku , namun aku urungkan niat ku. Mungkin kah untuk saat ini yang terbaik adalah mati? Aku sudah merasa hilang, merasa tidak ada, merasa tak ingin lagi hidup.

“Lo Cuma harus percaya tentang kebaikan yang selalu akan berbalas kebaikan, atau tentang bagaimana tuhan akan selalu berlaku adil dan tak akan pernah meninggalkan setiap kesulitan sendirian” dan aku terenyuh oleh ucapan Rene yang terakhir ini, ya begitu benar yang dia ucapkan. Tidak ada yang sia-sia dari sebuah ketulusan, dan aku percaya itu.
**
Jari-jariku masih menari asik diatas keybord laptop malam ini diruang tengah. Entah mengapa, ada sesuatu yang menggelitik hati dan fikiranku. Ada sesuatu yang mendorongku untuk menulis catatan pendek untukmu, agar kelak kamu bisa membacanya dan memahami sepotong perasaan ini. Hari sudah semakin larut dan langit malam tentunya semakin pekat. Hawa dingin mulai menusuk hingga ke tulang. Namun kamu hingga detik ini belum pulang juga kerumah, aku menerawang mencoba membayangkan apa yang sedang kau lakukan disana. Pastinya kau sedang tidak ingin diganggu karena perhatianmu pada Bianca begitu besar. Haha aku mengerti dan aku akan selalu mencoba mengerti.

Malam ini rasanya aku begitu merindukanmu. Malam ini rasanya rindu kian membuncah tak terbendungkan. Nampak seperti pagi yang merindu embun. Apa kau juga merasakan hal yang sama sepertiku? Atau hanya aku saja?

Ditemani beberapa lagu yang terus berputar dari Mp3 palayerku, suasana malam ini kian mendayu sendu. Petikan gitar yang ku dengar dengan spontan mengingatkanku padamu. Pada permainan gitarmu dan lagu yang selalu kau nyanyikan untuk menghibur ku .

Ah, senyumku selalu saja mengembang bila mengingat hari-hari yang kita lalui dahulu begitu indah. Tak begitu lama sampai pada akhirnya kita memilih untuk menikah, dan tidak lama Bianca menghubungi mu lagi, dan membuat mu begitu berbeda. Teringat kembali kekonyolanmu yang kadang diselingi perdebatan kecil kita yang tak pernah ada ujungnya. “seandainya kita terus seperti itu” gumanku dalam hati. Ternyata kepercayaan yang sudah aku tanamkan di awal membunuh keyakinan itu sendiri.

Terima kasih, hanya kata itu yang dapat aku ucapkan. Seandainya ada kata lain, pasti sudah ku ucapkan kepadamu. Aku sangat bersyukur bisa mengenalmu dan mendampingimu sampai detik ini. Maafkan atas segala kekurangan ku, maafkan karena aku tetap tidak bisa membuat kamu mencintai aku. 

“Malam..” sapanya dengan wajah kusut dan melewati ku yang masih asik dengan laptopku.

“Hanya itu?” ucapku dengan sinis.

“Sorry aku pulang telat, banyak kerjaan dikantor” ucapnya sambil berlalu.

“Aku udah bikinin kamu nasi goreng kambing di meja makan, mungkin udah dingin tapi kalo kamu mau aku bisa panaskan” ucapku setengah berteriak.

“Gak usah, aku udah kenyang” 

“kamu kenapa?” tanyaku sambil memasuki kamar dan kulihat dia tengah tidur-tiduran diatas kasur masih lengkap dengan pakaian dan sepatu yang menempel di kakinya.

“Net, plis jangan sekarang ya aku lagi pusing banyak kerjaan banget dikantor”

“bukan karena ketemu Bianca?” aku semakin sinis.

“kamu tuh kenapa sih Aneta? Sumpah ya aku bener-bener capek seharian ini, bisa gak sih kamu meringankan beban aku sedikit aja?”
 
“jadi maksud kamu selama ini aku beban buat kamu iya?!”

“kerjaan ku di kantor lagi banyak banget, iya tadi aku kerumah sakit sebentar nengok Bian, katanya besok pagi dia sudah boleh pulang..Bian terkena Alergi usus yang cukup parah, jadi wajar kan kalo aku ikut kefikiran juga?”

“iya wajar dan selalu menjadi wajar buat kamu!” aku berlalu membanting pintu kamar itu dan menangis sejadi-jadinya didalam kamar mandi.

Malam ini ditengah kericuhan hati dan fikiranku, asma ku kambuh. Nafasku terasa berat dan berbunyi “ngik” air mataku sudah tak dapat terbendung lagi menahan sesaknya nafas ini. Aku memiliki asma yang diturunkan oleh ayahku sewaktu beliau masih ada. Badanku mulai memanas, mataku berkunang-kunang dan aku serasa melayang jauh...

Bau khas rumah sakit menusuk-nusuk hidungku, kubuka mataku perlahan dengan selang infusan dan oksigen yang menempel di hidung dan tanganku. Kulihat Gaga ada disamping tempat tidurku memandangku lemas, ada Ibunda ku dan Rene yang tampak panic.

“Lo gak kenapa-kenapa kan Net?” Tanya Rene panic sambil menggenggam tanganku yang panas.

“......” Aku tak menjawab hanya menyapu pengelihatan ku ke setiap sudut ruangan.

“Bunda ketemu dokter dulu ya sayang, disini dulu ya sama Gaga dan Rene” Ucap Bunda sambil berlalu.

“Lo tega ya Ga, bikin Neta kaya gini” Celetuk Rene dengan sinis.

“Re...nn..” aku terbata-bata untuk berbicara.

“Ya,, Net..kenapa?”

“Gue ma..u..ngo..mong..sa..ma..Gaga..du..lu..ber..du.a..bo..le..h?”

“Oke, Gue tunggu diluar ya..” Rene meninggalkan kami 

“Kenapa kamu gak pernah cerita sama aku?” Tanya Gaga lantang!

“KENAPA KAMU ENGGA PERNAH CERITA SAMA AKU!!!!”

“KENAPA KAMU MENDEM SEMUA ITU SENDIRIAN NET? KENAPA AKU HARUS TAU KAMU KANGKER RAHIM SEPERTI INI! KENAPA KAMU RAHASIAIN DARI AKU, SUAMI KAMU!!”

“Kalo..aku bil.a..ng.. apa kamu per..du..li?”

“Ya, aku pasti perduli, aku ini suami kamu Aneta! Aku tuh ngerasa kaya ga dianggep sebagai suami tau gak sih sama kamu!”

“Lap..top.. ku.. di..mana?”

“kamu masih sempet-sempetnya ya nyariin laptop kamu!”

“Bu..ka..folder.. ca.ta..ta..n ke..cil, di..situ kamu..akan ngerti..” Ucapku sambil memejamkan mata, dan Gaga keluar dari ruangan ku dengan mukanya yang tampak begitu ling-lung.

Aku yakin saat ini dia sedang berusaha mencari laptop ku, atau mungkin tidak sama sekali. Dan sibuk dengan perasaanya sendiri saja. Ada beberapa hal yang aku tuliskan disana. Didalam laptop itu. Yang mungkin akan membuatnya sedikit mengerti perasaan ku sejauh ini, atau mungkin tetap tidak sama sekali mengerti?


14 Jully 2017
Sekali lagi, aku bersyukur bahwa rasa itu pernah ada, dan aku bersyukur bahwa rasa ini terukir dengan sangat sederhana. Mungkin ada benarnya juga membiarkan semua hal mengalir begitu saja, mengikuti hukum alam yang sudah ditetapkan oleh sang pencipta. Mungkin ada benaranya juga memasrahkan apa yang belum terjadi dan tak berharap lebih pada sesuatu. Yang mestinya kita lakukan yaitu memastikan bahwa kita telah menjalani hari dengan sebaik-baiknya.
Namun semakin lama, aku semakin lupa caranya memahami kamu yang tidak lagi sama. Tak jarang kita hanya bertemu dalam diam, kita serumah bahkan seranjang namun tetap terasa dingin. Dan lagi sepertinya kamu memang lupa caranya menghangatkan kembali rumah tangga ini.
Aku tahu , sedari awal aku memang berjalan sendiri. Seperti mempertahankan setangkai bunga saat badai datang, jelas tak mungkin. Sedari awal hanya aku yang seratus persen mencintai kamu, namun tidak dengan kamu. Sejauh ini aku sudah amat sangat mencoba memahami , namun akhirnya aku...tumbang juga.
Ga, kamu tahu..aku di vonis mengidap penyakit kangker rahim stadium akhir.. tapi aku terlalu takut untuk memberitahu kamu, aku takut kamu malah semakin bulat untuk berfikiran pergi meninggalkan aku yang tidak akan memberikan mu keturunan, aku takut kamu menyesal menikahi ku yang pada akhirnya tetap tidak bisa membuat kamu mencintai aku dan melupakan Bianca.
Ga, aku juga tidak mau merepotkan mu dengan penyakitku. Maafkan aku telah menyembunyikan ini semua..aku bahkan terlalu mencintai kamu ketimbang diri ku sendiri.
Beberapa kali aku berharap malaikat pencabut nyawa mendatangi ku lebih cepat, setidaknya agar aku bisa tenang disana, dan kamu...bisa kembali kepadanya..wanita yang begitu kau jaga.
Kali ini, kamu mengajariku untuk mengerti. Kamu mengejariku untuk menyadari tak segala hal bisa ku rengkuh selagi ku mau. Kamu mengajariku realita hidup yang penuh pengharapan walau akhirnya harus terluka, sakit, kecewa dan kehilangan. Kamu mengajariku banyak hal yang tak bisa aku sebutkan satu persatu.
Ga, mungkin jika harus aku tuliskan bagaimana bentuk rasa sakit dan kecewa ini, seratus lembar halaman pun tidak akan cukup untuk menjelaskannya. Tapi sudahlah, yang perlu kau tau.. rasa kecewa itu kalah dengan rasa cinta ku yang begitu besar, jangan dibayangkan seberapa besar.. bahkan aku pun tidak bisa menggambarkannya.
Ga, terimakasih sudah memilih ku untuk mendampingi mu, untuk memeluk mu, untuk senyuman mu, untuk ciuman mu.
Ga, terimakasih sudah menjadi suami terhebat untuk aku, terimakasih sudah membuat aku jatuh cinta berkali-kali pada setiap tatapan mu..
Kelak jika aku sudah tiada, aku begitu mengiklaskan kepergian mu didalam pelukan Bianca..
Bahagia lah kalian, aku merestui..selalu.
Ga, waktu ku tidak banyak, tubuhku serasa semakin lemahh, aku sengaja membuatnya demikian, karena aku rasa tidak ada yang lebih baik dari itu.
Gaga, i love you...
**

Aku yakin kali ini Gaga sudah membaca catatan kecil tersebut, aku mendengar sayup-sayup seseorang tengah menangis..banyak orang tengah menangis..aku merasa ada kilatan cahaya menerpa wajahku. Aku tersenyum penuh rasa lega, ini saatnya..ini akhirnya..
Goodbye Ga, aku akan memperhatikan mu dari atas sana..
Jangan lupa untuk selalu bahagia.
Sekali lagi I love you Gaga...